Kamis, 16 Oktober 2025

Stagnasi Bursa Karbon Indonesia Tantang Transisi Energi

Stagnasi Bursa Karbon Indonesia Tantang Transisi Energi
Stagnasi Bursa Karbon Indonesia Tantang Transisi Energi

JAKARTA - Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) memasuki usia dua tahun, namun kinerjanya dinilai stagnan dan jauh dari ekspektasi. 

Total nilai transaksi sejak beroperasi hanya mencapai Rp78 miliar atau sekitar US$4,9 juta, dengan 8 proyek terdaftar dan 132 peserta aktif. Data ini menunjukkan bahwa geliat pasar karbon domestik masih tertinggal dibandingkan negara lain.

Riset Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) mencatat tren stagnan ini. Padahal, pasar karbon global sedang berkembang pesat. Pendapatan dari mekanisme pajak dan perdagangan emisi global pada 2024 saja telah melampaui US$100 miliar menurut Bank Dunia.

Baca Juga

Tantangan Besar Menuju Mandatori Biofuel Indonesia pada 2026

Sebagai perbandingan, sistem perdagangan karbon Uni Eropa telah mencakup lebih dari 11.000 peserta, menyasar 40% total emisi kawasan, dengan harga karbon rata-rata US$70 per ton CO?. 

Di Jepang, pasar karbon yang baru dimulai pada 2024 sudah memiliki 700 peserta, dan diproyeksikan meningkat setelah penerapan mandat pada 2026.

Performa IDX Carbon Terus Melemah

Mutya Yustika, Research & Engagement Lead Indonesia Energy Transition IEEFA, menyatakan, “Kinerja pasar karbon Indonesia belum memenuhi harapan, terutama dibandingkan momentum awal 2023. Pada tiga bulan terakhir tahun itu, transaksi mencapai Rp31 miliar dan volume 494.254 ton CO? ekuivalen. Namun, setelah momentum awal tersebut, tren terus menurun.”

Harga karbon di IDX Carbon juga menunjukkan penurunan, dari Rp62.533 per ton pada 2023 menjadi Rp55.985 per ton pada Desember 2024. Nilai transaksi berkurang menjadi Rp20 miliar, sementara volume perdagangan hanya mencapai 413.764 ton CO? ekuivalen, dengan tiga proyek terdaftar.

Tantangan Strategi Penetapan Harga Hibrida

Stagnasi pasar domestik disebabkan oleh strategi harga karbon hibrida, yang menggabungkan sistem cap-and-trade dengan pajak karbon. Dalam skema ini, perusahaan yang melebihi batas emisi harus membeli kredit karbon atau membayar pajak jika kredit tidak tersedia. 

Namun, batas emisi yang tinggi membuat sedikit PLTU yang melebihi ambang, sehingga permintaan kredit karbon minim. Selain itu, prosedur perdagangan dan sertifikasi yang tumpang tindih antarkementerian menambah ketidakpastian bagi investor dan pelaku usaha.

Regulasi Baru dan Upaya Pemerintah

Untuk mengatasi hambatan ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 110 Tahun 2025, yang bertujuan memperjelas kerangka regulasi dan mendorong kolaborasi lintas kementerian.

 IEEFA menilai efektivitas peraturan ini sangat tergantung pada implementasi tepat waktu, pemantauan berkelanjutan, dan evaluasi ketat. Reformasi strategis tetap menjadi kunci keberhasilan.

Indonesia memiliki potensi besar dalam pasar karbon global. Dengan hutan tropis, bakau, dan lahan gambut, Indonesia mampu menyerap lebih dari 113 miliar ton CO?, sehingga berpotensi menjadi pemain utama dalam perdagangan karbon internasional. 

Selain itu, pengembangan energi terbarukan dapat mereduksi emisi tahunan hingga 27,5 miliar ton CO? ekuivalen.

Reformasi Diperlukan untuk Mendorong Pasar

IEEFA menekankan bahwa untuk mengoptimalkan potensi tersebut, pemerintah perlu melakukan beberapa langkah strategis:

Menetapkan batas emisi lebih ketat dan progresif dengan tarif pajak karbon yang tegas.

Menyusun regulasi transparan dan berstandar internasional untuk menarik investor global.

Memberi akses lebih luas bagi sektor swasta untuk mengembangkan energi bersih.

Memperkuat sistem sertifikasi dan pemantauan agar setiap kredit karbon memiliki kredibilitas tinggi.

Membangun kelembagaan kuat baik di IDX Carbon maupun lembaga pengawas karbon nasional.

Indonesia Menuju Net Zero Emission

“Dengan target Net Zero Emission pada 2060 atau lebih awal, urgensi membangun pasar karbon yang kredibel dan fungsional menjadi semakin tinggi.

Menyeimbangkan prioritas domestik dan integrasi internasional dapat membuka pendanaan iklim, meningkatkan ketahanan energi, dan memposisikan Indonesia sebagai pemimpin regional dalam tata kelola karbon,” ujar Mutya.

Meski dua tahun berjalan, IDX Carbon memiliki peluang strategis untuk berkembang jika didukung oleh regulasi yang jelas, pengawasan efektif, dan reformasi pasar yang berkelanjutan.

 Indonesia kini berada pada titik krusial untuk menegaskan posisi sebagai pemimpin aksi iklim global melalui penguatan pasar karbon domestik.

Muhammad Anan Ardiyan

Muhammad Anan Ardiyan

indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Bahlil Pastikan Hilirisasi Bauksit Tak Turunkan Harga

Bahlil Pastikan Hilirisasi Bauksit Tak Turunkan Harga

Penjualan Semen Domestik Melambat, Ekspor Justru Meningkat

Penjualan Semen Domestik Melambat, Ekspor Justru Meningkat

Munas dan Silatnas 2025 Dorong Transformasi Koperasi Modern

Munas dan Silatnas 2025 Dorong Transformasi Koperasi Modern

Pengelolaan Hulu Migas Indonesia Berbasis Prinsip Konstitusi Ketat

Pengelolaan Hulu Migas Indonesia Berbasis Prinsip Konstitusi Ketat

Sektor Perumahan Jadi Motor Utama Penggerak Ekonomi Nasional

Sektor Perumahan Jadi Motor Utama Penggerak Ekonomi Nasional