JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan seluruh badan usaha pengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta tidak diperkenankan lagi mengimpor solar mulai tahun 2026. Kebijakan ini berlaku secara nasional dan merupakan bagian dari rencana penghentian impor solar yang lebih luas.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menjelaskan bahwa langkah ini memastikan seluruh pasokan solar untuk SPBU swasta bersumber dari kilang dalam negeri.
“Yang dimaksud dengan penghentian impor itu, ya, termasuk SPBU swasta,” kata Laode.
Kebijakan ini sejalan dengan arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang menekankan pentingnya kemandirian energi nasional melalui penguatan produksi domestik.
Kapasitas Kilang dan Mandatori Biodiesel Menopang Pasokan
Penghentian impor solar didukung oleh beroperasinya proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur, yang diproyeksikan menambah kapasitas produksi nasional. Kombinasi kilang baru dan implementasi biodiesel B50 diharapkan mampu mencukupi kebutuhan nasional.
Program biodiesel B50, yang dijadwalkan berjalan mulai semester II 2026, mencampurkan 50 persen bahan bakar nabati berbasis minyak sawit dengan solar. Kebijakan ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada solar fosil, tetapi juga memperkuat industri hilir biodiesel nasional.
Laode menegaskan, badan usaha pengelola SPBU swasta tetap bisa memperoleh solar, namun seluruh pasokan harus berasal dari kilang dalam negeri.
“Jadi, seperti itu pemahaman dari stop impor. Swasta pun harus beli dari dalam negeri, ini saya bicaranya (solar) CN 48 ya,” jelasnya.
Peluang Ekspor Solar dari Kilang Dalam Negeri
Selain fokus pada ketersediaan untuk konsumsi domestik, pemerintah juga membuka peluang ekspor solar apabila produk kilang dalam negeri memenuhi standar internasional. Solar CN 51, misalnya, memiliki kualitas yang lebih mudah dipasarkan secara global dibanding CN 48 yang masih mengacu pada Euro 4 dengan kandungan sulfur tinggi.
“Kami melihat peluang ekspor bisa terbuka jika kualitas produk kilang nasional meningkat. CN 48 masih di atas 2.000 ppm, jadi sulit untuk diekspor, sementara CN 51 lebih memenuhi standar internasional,” ujar Laode.
Langkah ini sekaligus menjadi insentif bagi industri kilang untuk meningkatkan kualitas produksi dan kapasitas, sehingga mampu bersaing di pasar global sekaligus mendukung kebutuhan energi nasional.
Kemandirian Energi dan Keuntungan Jangka Panjang
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa Indonesia akan menghentikan impor solar mulai 2026. Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan kemandirian energi, mengurangi ketergantungan impor, dan memperkuat rantai pasok energi domestik.
Selain itu, kombinasi kapasitas kilang baru dan implementasi biodiesel B50 diproyeksikan menciptakan surplus pasokan solar. Kelebihan ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga membuka potensi ekspor di masa mendatang. Pemerintah menilai strategi ini memberikan keuntungan ekonomi jangka panjang, sekaligus mendukung transisi energi nasional menuju pemanfaatan bahan bakar nabati.
Pemerintah dan ESDM memastikan bahwa seluruh langkah ini diambil dengan memperhatikan prinsip kemandirian, efisiensi, dan keberlanjutan, sehingga sektor energi nasional lebih stabil dan terukur.