JAKARTA - Penyaluran LPG 3 kilogram selama ini menjadi salah satu instrumen penting pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Namun di lapangan, distribusi gas bersubsidi ini kerap menghadapi persoalan klasik, mulai dari ketidaktepatan sasaran hingga rantai distribusi yang belum sepenuhnya tertutup.
Kondisi tersebut mendorong pemerintah menyusun regulasi baru agar subsidi energi benar-benar dinikmati kelompok yang berhak. Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah kini tengah memproses Peraturan Presiden terbaru yang akan mengatur ulang tata kelola penyaluran LPG 3 kilogram.
Regulasi ini disiapkan sebagai pengganti Perpres Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019 yang dinilai belum mampu menjawab dinamika penyaluran LPG bersubsidi saat ini.
Baca Juga
Penataan ulang rantai distribusi LPG subsidi
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Laode Sulaeman menjelaskan bahwa selama ini belum ada regulasi yang benar-benar mengatur penyaluran LPG 3 kilogram secara menyeluruh, terutama setelah adanya perubahan status pengecer menjadi subpangkalan. Perubahan ini membuat siklus distribusi LPG bersubsidi perlu ditata ulang agar lebih tertutup dan terkontrol.
“Sekarang Kementerian ESDM sedang memproses Peraturan Presiden yang baru untuk regulasi yang utuh. Kalau sebelumnya siklusnya itu hanya sampai kepada pangkalan. Jadi agen, kemudian ke pangkalan terus ke pengecer. Tapi sekarang siklusnya tertutup sampai pangkalan dan sub pangkalan,” kata Laode.
Melalui aturan baru ini, pemerintah ingin memastikan bahwa setiap mata rantai distribusi LPG 3 kilogram berada dalam sistem yang terpantau. Dengan begitu, potensi penyimpangan penyaluran, termasuk pembelian oleh pihak yang tidak berhak, dapat ditekan secara bertahap.
Pengaturan margin penyalur dan kelompok penerima
Selain menata ulang alur distribusi, Perpres terbaru juga akan mengatur margin keuntungan di setiap level penyaluran LPG 3 kilogram. Menurut Laode, selama ini margin di tiap tingkatan belum diatur secara komprehensif sehingga berpotensi menimbulkan ketimpangan dan praktik yang tidak sesuai dengan tujuan subsidi.
“Sampai ke ujung ini harus diatur dan ada marginnya semua di level-level ini. Lalu yang kedua, aturan mengenai tabung LPG 3 kilo sekarang kan sebenarnya belum ada yang menyatakan secara khusus membatasi desil-desil yang menggunakan tabung LPG tersebut,” ujar Laode.
Pemerintah juga akan menggunakan Basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial sebagai acuan utama dalam menentukan kelompok penerima LPG bersubsidi. Dalam basis data tersebut, rumah tangga dibagi ke dalam sepuluh kelompok desil berdasarkan tingkat kesejahteraan.
Desil 1 hingga 4 masuk kategori sangat miskin hingga rentan miskin, desil 5 tergolong pas-pasan, sementara desil 6 hingga 10 masuk kelompok menengah ke atas.
“Jadi walaupun sudah dihimbau, oke yang hijau (3 kg) khusus masyarakat yang level bawah, ya tapi tetap tidak dilarang juga yang membeli itu karena kan enggak ada aturannya,” kata Laode.
Skema berbasis NIK untuk ketepatan sasaran
Melalui Perpres baru, pemerintah akan memperjelas batasan penerima LPG 3 kilogram, termasuk kemungkinan pembatasan bagi kelompok desil tertentu. Salah satu instrumen utama yang disiapkan adalah penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai basis pendataan penerima.
“Nah di perpres baru ini kita nanti akan melihat misalnya (desil) 1 sampai 10, oh apakah ini nanti yang di atas misalnya 8, 9, 10 tidak termasuk. Tapi ini masih contohnya, ya seperti itu,” ujar Laode.
Rencana penerapan pembelian LPG 3 kilogram berbasis NIK sebelumnya juga telah disampaikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Ia menyebut, mulai 2026 pembelian LPG bersubsidi akan terhubung dengan data desil kesejahteraan masyarakat.
“Tahun depan iya (beli LPG 3 kg pakai NIK). Jadi ya, kalian jangan pakai LPG 3 Kg lah, desil 8,9,10, saya pikir mereka dengan kesadaran lah,” kata Bahlil.
Menurut Bahlil, skema ini dirancang agar masyarakat pada kelompok desil 8, 9, dan 10 tidak lagi menggunakan LPG 3 kilogram, sehingga subsidi benar-benar fokus pada masyarakat yang membutuhkan.
Masa transisi dan uji coba terbatas
Saat ini, Perpres tentang penyaluran LPG 3 kilogram masih berada dalam tahap harmonisasi antar-kementerian. Laode belum dapat memastikan waktu penandatanganan regulasi tersebut oleh Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah juga menegaskan bahwa penerapan skema baru tidak akan dilakukan secara mendadak.
Setelah Perpres terbit, pemerintah akan menyiapkan masa transisi sekitar enam bulan. Pada periode ini, akan dilakukan uji coba atau pilot project di wilayah tertentu untuk melihat dampak kebijakan terhadap masyarakat dan distribusi LPG.
“Jadi setelah Perpres itu terbit ada masa peralihan dulu sekitar 6 bulan dan di sana ada kebijakan untuk melakukan semacam pilot dulu. Pilotnya, misalnya areanya di Jakarta. Pusat dulu jadi tidak langsung, karena kita mau lihat dulu dampaknya di area-area ini,” jelas Laode.
Dengan pendekatan bertahap tersebut, pemerintah berharap pengetatan penyaluran LPG 3 kilogram dapat berjalan lebih terukur, minim gejolak, dan tetap menjaga akses masyarakat miskin terhadap energi bersubsidi. Regulasi baru ini sekaligus menjadi langkah lanjutan reformasi subsidi agar lebih adil, tepat sasaran, dan berkelanjutan.
Celo
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Dedi Mulyadi: Liburkan Angkot Jadi Solusi Atasi Macet Nataru Bandung
- Senin, 22 Desember 2025
Fluktuasi Harga Sembako Jatim Senin, 22 Desember Perlu Diperhatikan
- Senin, 22 Desember 2025
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Jumlah Kalori Nasi Per Piring Bisa Dikonsumsi Seha
- 22 Desember 2025
2.
Google Doodle Rayakan Hari Ibu dengan Kreatif dan Interaktif
- 22 Desember 2025
3.
Cara Efektif Membersihkan Hp Android Agar Tidak Lemot
- 22 Desember 2025
4.
Persita dan Malut United Sukses Raih Kemenangan BRI Super League
- 22 Desember 2025
5.
Tim Sepeda Indonesia Pulang Sukses Raih Medali SEA Games 2025
- 22 Desember 2025












