Selasa, 09 September 2025

Transportasi Ramah Lingkungan Jadi Solusi Atasi Polusi Udara Jakarta

Transportasi Ramah Lingkungan Jadi Solusi Atasi Polusi Udara Jakarta
Transportasi Ramah Lingkungan Jadi Solusi Atasi Polusi Udara Jakarta

JAKARTA – Kualitas udara Jakarta kembali menjadi sorotan serius setelah Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan bahwa sektor transportasi masih menjadi penyumbang terbesar polusi di ibu kota. Sektor ini disebut menyumbang 32–57 persen emisi yang membuat udara Jakarta berada pada kategori tidak sehat.

Hanif menekankan bahwa masalah mendasar terletak pada kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan masyarakat sehari-hari. “Hampir 90 persen BBM kita memiliki kandungan sulfur di atas 1.500 ppm. Padahal, standar Euro IV hanya memperbolehkan 50 ppm,” jelasnya dalam konferensi daring pada Senin (8/9/2025).

Keterbatasan BBM Ramah Lingkungan

Baca Juga

BMKG Kalbar Umumkan Prakiraan Cuaca Lengkap Hari Ini

Menurut Hanif, saat ini Indonesia memang telah menerapkan standar emisi Euro 3 untuk sepeda motor dan Euro 4 untuk kendaraan bermotor berbahan bakar bensin maupun diesel. Namun, implementasi aturan tersebut masih jauh dari memadai.

Berdasarkan regulasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kandungan sulfur pada BBM seharusnya dibatasi maksimal 50 ppm. Sayangnya, kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Hanya sebagian kecil produk BBM, seperti Pertamina Dex, Pertamax Turbo, dan Pertamina Green 95, yang mampu memenuhi standar rendah emisi.

“Kalau kita lihat jumlahnya, produk yang sesuai standar hanya sedikit tersedia di SPBU. Sementara Pertalite dan Pertamax yang paling banyak digunakan masyarakat masih mengandung sulfur hingga 1.000 ppm, sehingga belum memenuhi regulasi Euro 4,” jelas Hanif.

Kondisi ini membuat mayoritas masyarakat Jakarta tetap bergantung pada bahan bakar dengan emisi tinggi, yang secara langsung memperburuk kualitas udara.

Dorongan Reformasi Energi

Hanif menegaskan bahwa perbaikan kualitas udara Jakarta tidak bisa dilepaskan dari reformasi di sektor energi. Menurutnya, masih besarnya subsidi terhadap BBM yang tidak ramah lingkungan menjadi hambatan utama bagi pengembangan energi terbarukan.

“Kalau itu yang bapak-ibu konsumsi, hari ini berkontribusi menurunkan kualitas udara Jakarta di angka 32–57 persen, tergantung kegiatan massal-nya. Kenapa renewable energy tidak berkembang? Karena subsidi yang masih besar kita berikan untuk BBM yang tidak ramah lingkungan. Padahal, dana itu bisa digunakan untuk membangun energi terbarukan,” tegasnya.

Ia menekankan perlunya pergeseran kebijakan, yakni mengurangi subsidi BBM tinggi emisi dan mengalihkannya pada investasi energi terbarukan. Dengan demikian, peluang penggunaan kendaraan listrik, energi surya, serta inovasi ramah lingkungan lain dapat berkembang lebih cepat di ibu kota.

Polusi Tidak Hanya dari Transportasi

Meskipun transportasi menjadi faktor dominan, Hanif mengingatkan bahwa ada sektor lain yang turut memperburuk kualitas udara di Jakarta.

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menyumbang sekitar 14 persen.

Aktivitas konstruksi berkontribusi sebesar 13 persen.

Industri menyumbang 11 persen.

Aktivitas jalan raya di luar transportasi massal tercatat 1–6 persen.

Dengan komposisi tersebut, jelas bahwa persoalan polusi udara Jakarta merupakan hasil akumulasi dari berbagai sumber. Oleh karena itu, solusi yang ditempuh tidak cukup hanya mengatur transportasi, tetapi harus mencakup seluruh sektor yang memberi dampak langsung terhadap kualitas udara.

Jalan Menuju Udara yang Lebih Bersih

Menurut Hanif, langkah awal yang paling nyata adalah meningkatkan kualitas BBM yang beredar di pasaran. Dengan memperluas distribusi bahan bakar rendah sulfur, masyarakat memiliki akses yang lebih mudah terhadap pilihan ramah lingkungan.

Selain itu, percepatan adopsi kendaraan listrik harus dilakukan secara konsisten. Dengan mengurangi ketergantungan pada BBM tinggi sulfur, dampak positif terhadap kualitas udara dapat dirasakan lebih cepat.

Di sisi lain, pengawasan ketat terhadap aktivitas industri, proyek konstruksi, serta operasional PLTU juga wajib diperkuat. Hal ini penting agar kontribusi emisi dari sektor non-transportasi bisa ditekan.

Tidak kalah penting, kesadaran masyarakat menjadi faktor penentu. Penggunaan transportasi umum, penerapan gaya hidup ramah lingkungan, serta dukungan terhadap energi bersih akan memperkuat langkah pemerintah dalam mewujudkan Jakarta yang lebih sehat.

Pernyataan Hanif memberi gambaran jelas bahwa kualitas udara Jakarta sangat ditentukan oleh arah kebijakan energi nasional. Reformasi di sektor energi bukan hanya soal mengganti bahan bakar, tetapi juga menyangkut masa depan kesehatan masyarakat, keberlanjutan lingkungan, dan citra Jakarta sebagai kota metropolitan modern.

Jika langkah berani segera diambil, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, ibu kota bisa keluar dari daftar kota dengan polusi udara terburuk di Asia Tenggara. Namun tanpa perubahan signifikan, risiko kesehatan dan kerugian ekonomi akibat polusi udara akan terus membayangi warga Jakarta.

Nathasya Zallianty

Nathasya Zallianty

indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Penerbangan Banyuwangi Surabaya PP Dibuka Kembali

Penerbangan Banyuwangi Surabaya PP Dibuka Kembali

Cara Cek Bansos PKH BPNT September 2025

Cara Cek Bansos PKH BPNT September 2025

Jadwal Penyeberangan TAA ke Bangka Lebih Praktis Hari Ini

Jadwal Penyeberangan TAA ke Bangka Lebih Praktis Hari Ini

Transportasi Jakarta Kini Masuk 20 Terbaik Dunia

Transportasi Jakarta Kini Masuk 20 Terbaik Dunia

Update Harga Sembako Jatim Hari Ini Terbaru

Update Harga Sembako Jatim Hari Ini Terbaru