Harvard Ungkap 10 Jurusan Kuliah yang Nilainya Terjun Bebas

Selasa, 14 Oktober 2025 | 16:10:27 WIB
Harvard Ungkap 10 Jurusan Kuliah yang Nilainya Terjun Bebas

JAKARTA - Tak semua jurusan kuliah lagi-lagi menjanjikan masa depan cerah. Riset terbaru dari ekonom Harvard University, David J. Deming dan Kadeem Noray, menunjukkan bahwa nilai ekonomi sejumlah jurusan populer kini terus menurun seiring cepatnya perubahan kebutuhan industri dan kemajuan teknologi.

Hasil penelitian yang diterbitkan dalam The Quarterly Journal of Economics itu menyebutkan, jurusan-jurusan terapan seperti bisnis, teknik, dan ilmu komputer yang dulu dianggap paling menguntungkan kini mulai kehilangan daya saing. 

Dunia kerja tak lagi menilai gelar semata, melainkan kemampuan adaptasi dan keterampilan teknis yang relevan.

Fenomena “Degree Fatigue”: Ketika Gelar Tak Lagi Jadi Jaminan

Para peneliti Harvard menyoroti gejala baru bernama degree fatigue — kelelahan nilai gelar. Fenomena ini menggambarkan situasi di mana gelar sarjana atau bahkan pascasarjana tak lagi cukup untuk menjamin karier mapan.

“Nilai ekonomi dari gelar universitas menurun karena cepatnya perubahan keterampilan yang dibutuhkan industri,” tulis laporan Deming dan Noray.

Dampaknya terlihat di berbagai sektor. Bahkan lulusan dari Harvard Business School kini menghadapi tantangan dalam mendapatkan posisi tinggi dengan gaji besar. 

Laporan Ivy League Career Centers tahun 2025 menyebutkan, gelar MBA yang dulu jadi simbol prestise kini tak lagi menjamin jabatan bergengsi seperti satu dekade lalu.

Jurusan Humaniora Juga Terimbas Penurunan Minat

Bukan hanya bidang terapan yang mengalami kejenuhan. Bidang humaniora dan ilmu sosial juga menghadapi penurunan tajam dalam jumlah peminat.

 Data dari The Harvard Crimson mencatat, sejak 2013, jumlah mahasiswa jurusan humaniora terus menurun drastis karena beralih ke program yang lebih berorientasi karier seperti STEM dan data science.

Tren ini menegaskan pergeseran orientasi mahasiswa modern: mereka kini lebih memilih jurusan dengan prospek kerja cepat dan fleksibel, bukan sekadar idealisme akademik.

Dunia Kerja Kini Lebih Butuh Keterampilan daripada Ijazah

Riset Harvard pada 2022 juga mengonfirmasi bahwa perusahaan lebih mengutamakan skill spesifik dibandingkan sekadar melihat latar belakang pendidikan formal. 

Kemampuan seperti analisis data, kecakapan digital, komunikasi efektif, dan adaptabilitas kini menjadi kunci utama di pasar kerja modern.

Dengan begitu, gelar sarjana bukan lagi penentu tunggal kesuksesan, melainkan sekadar fondasi awal yang harus terus diperbarui.

Daftar 10 Jurusan yang Nilainya Kian Menurun

Berdasarkan laporan Harvard dan riset pasar global tahun 2025 yang dirangkum India Today, berikut sepuluh jurusan kuliah yang nilai ekonominya menurun di pasar kerja:

Administrasi Bisnis (termasuk MBA) – Pasar kerja jenuh dan preferensi rekrutmen bergeser ke pengalaman nyata.

Ilmu Komputer – Gaji awal masih tinggi, namun cepat usang tanpa pembaruan keterampilan.

Teknik Mesin – Tersingkir karena otomatisasi dan relokasi industri manufaktur.

Akuntansi – Banyak fungsi digantikan oleh AI dan software keuangan otomatis.

Biokimia – Peluang industri terbatas, sebagian besar pekerjaan hanya di bidang akademik.

Psikologi (S1) – Prospek karier terbatas tanpa melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 atau S3.

Bahasa Inggris dan Humaniora – Peminat turun, lapangan kerja tak sebanding dengan jumlah lulusan.

Sosiologi dan Ilmu Sosial – Tak banyak relevansi langsung dengan kebutuhan industri modern.

Sejarah – Kenaikan gaji di pertengahan karier tergolong rendah.

Filsafat – Keterampilan berpikir kritis tinggi, tapi sulit diterjemahkan ke dunia kerja praktis.

Gelar Tak Mati, Tapi Nilainya Sedang Berubah

Meski daftar tersebut tampak pesimis, para peneliti Harvard menegaskan bahwa gelar sarjana tetap memiliki nilai penting. Hanya saja, definisi nilainya kini berubah. Dunia kerja modern membutuhkan kombinasi pengetahuan akademik dan keterampilan praktis yang bisa langsung diterapkan.

“Gelar sarjana tidak mati. Namun, definisi nilainya berubah. Yang akan bertahan adalah mereka yang menganggap pendidikan sebagai perjalanan panjang, bukan sekadar sertifikat,” tulis laporan itu.

Dengan kata lain, mahasiswa perlu menyesuaikan diri dengan pola baru pembelajaran: terus belajar, memperbarui keterampilan, dan beradaptasi dengan teknologi yang berkembang pesat.

Jurusan dengan Nilai Ekonomi Tinggi Masih Ada

Menurut laporan Student Choice 2025, beberapa jurusan masih menawarkan tingkat pengembalian investasi (return on education) yang tinggi. 

Bidang seperti keperawatan, teknik, dan ilmu komputer masih menjanjikan asalkan lulusan terus memperbarui keterampilannya agar relevan dengan perubahan industri.

Lulusan yang menggabungkan keahlian teknis dan soft skill seperti empati, kreativitas, serta kepemimpinan akan lebih mudah bertahan dalam dunia kerja yang semakin kompetitif.

Masa Depan Pendidikan: Adaptasi, Bukan Sekadar Gelar

Riset ini memberikan pesan penting bagi dunia pendidikan tinggi: masa depan pendidikan bukan tentang gelar tunggal, melainkan pembelajaran berkelanjutan. 

Perguruan tinggi diharapkan tak hanya mencetak lulusan berijazah, tetapi juga membentuk pribadi yang fleksibel, berpikir kritis, dan mampu berinovasi.

Dalam dunia kerja yang bergerak cepat, lulusan yang bisa beradaptasi dan menggabungkan berbagai disiplin ilmu akan menjadi aset paling berharga. Gelar hanyalah awal dari perjalanan panjang menuju kesuksesan.

Kesimpulan: Gelar Bukan Tujuan, Tapi Titik Awal

Temuan Harvard menegaskan bahwa masa depan karier tidak ditentukan oleh jurusan semata, melainkan oleh kemampuan seseorang dalam membaca perubahan dan memperbarui diri.

Bagi mahasiswa masa kini, kecerdasan adaptif dan semangat belajar berkelanjutan menjadi kunci untuk tetap relevan di tengah disrupsi teknologi. Dunia kerja telah berubah, dan hanya mereka yang mau terus belajar yang akan bertahan.

Terkini