GAPMMI Usulkan Pemerintah Tinjau Ulang Rencana Kenaikan PPN 2025
- Senin, 25 November 2024
JAKARTA – Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk mengevaluasi rencana peningkatan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang direncanakan berlaku pada 2025. Langkah tersebut dikhawatirkan dapat memicu kenaikan harga bahan baku dan biaya produksi, yang akhirnya membebani konsumen.
"Kenaikan PPN akan memberikan dampak signifikan pada rantai pasok, harga bahan baku, dan biaya produksi," ungkap Ketua GAPMMI Adhi Lukman dalam pernyataannya pada Senin (25/11/2024).
Adhi menambahkan bahwa peningkatan biaya ini kemungkinan besar akan menyebabkan lonjakan harga produk atau jasa. Akibatnya, daya beli masyarakat berpotensi melemah, khususnya untuk produk pangan yang sangat peka terhadap perubahan harga.
Baca JugaLRT Jakarta Rayakan 5 Tahun Operasi dengan Peningkatan Jumlah Penumpang
"Ketika harga naik, konsumen cenderung menahan pengeluaran, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan konsumsi rumah tangga," jelasnya.
Sebagai informasi, konsumsi rumah tangga menyumbang 53,08% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Namun, tren pertumbuhan konsumsi mengalami perlambatan, dengan pertumbuhan pada Kuartal III-2024 tercatat sebesar 4,91%, sedikit lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 4,93%.
Adhi juga menyoroti pentingnya industri makanan dan minuman sebagai penggerak utama transaksi di berbagai sektor ritel, baik tradisional maupun modern. Aktivitas ekonomi yang dihasilkan dari transaksi ini memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara.
"Strategi penguatan sektor ini sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan meningkatkan penerimaan negara," lanjut Adhi.
Menurut GAPMMI, kebijakan kenaikan PPN justru berpotensi menekan pertumbuhan industri makanan dan minuman, yang bisa berdampak negatif pada proses pemulihan ekonomi nasional. Padahal, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8% yang membutuhkan dukungan dari berbagai sektor.
Adhi menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan opsi lain untuk meningkatkan penerimaan negara. Salah satunya adalah melalui perluasan basis pajak (ekstensifikasi PPN) yang dinilai masih memiliki potensi besar, tanpa harus menaikkan tarif PPN.
"Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 Pasal 7 Ayat 3 sebenarnya memberikan fleksibilitas untuk menetapkan tarif PPN dalam rentang 5% hingga 15%. Dengan pendekatan ini, pemerintah bisa mengeksplorasi solusi lain yang lebih efektif dan tidak membebani masyarakat," tutup Adhi.
Redaksi
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Arasoft Perkuat Digitalisasi Pendidikan di Indonesia dengan Teknologi NamoAuthor
- Selasa, 19 November 2024
Feng Shui Adalah, Seni Menata Energi untuk Kehidupan yang Lebih Harmonis
- Minggu, 17 November 2024
Berita Lainnya
Arasoft Perkuat Digitalisasi Pendidikan di Indonesia dengan Teknologi NamoAuthor
- Selasa, 19 November 2024
Erick Thohir Dorong Pembentukan Bullion Bank untuk Tabungan Emas di Indonesia
- Kamis, 07 November 2024
Tarif Tol Surabaya Malang 2024: Daftar Lengkap dan Detail Perjalanan
- Minggu, 10 November 2024