
JAKARTA - Langkah pemerintah China menahan laju penerbitan stablecoin oleh perusahaan teknologi besar menandai babak baru dalam pengawasan sektor keuangan digital.
Berdasarkan laporan Financial Times, otoritas Beijing turun tangan memperlambat rencana beberapa raksasa teknologi, termasuk Ant Group — afiliasi Alibaba — dan JD.com, untuk meluncurkan stablecoin di Hong Kong.
Kedua perusahaan itu diketahui telah melakukan pendekatan dengan Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBoC), mendesak agar diperbolehkan menerbitkan stablecoin yang dipatok pada yuan menjelang penerapan rezim perizinan baru di Hong Kong.
Baca JugaIHSG Menguat Dekati Rekor, Sektor Transportasi dan Properti Moncer
Namun, regulator dari PBoC dan Administrasi Ruang Siber Tiongkok (Cyberspace Administration of China) meminta mereka menunda langkah tersebut.
Menurut laporan itu, lima sumber mengonfirmasi bahwa PBoC menilai penerbitan stablecoin oleh perusahaan swasta berpotensi menimbulkan risiko terhadap stabilitas moneter nasional.
Salah satu sumber menyebut, stablecoin yang dikelola swasta dianggap bisa menjadi ancaman bagi mata uang digital bank sentral Tiongkok (e-CNY), yang hingga kini belum mencapai adopsi luas.
Kekhawatiran Bank Sentral: Penerbitan Berlebih dan Leverage Tinggi
Gubernur PBoC, Zhou Xiaochuan, dalam forum keuangan tertutup akhir Agustus lalu, menyoroti dua kekhawatiran utama terhadap stablecoin.
“Bank-bank sentral saat ini memiliki setidaknya dua kekhawatiran. Pertama, penerbitan uang yang berlebihan — yaitu menerbitkan stablecoin tanpa persyaratan cadangan 100%. Kedua, leverage yang tinggi, yakni efek pengganda derivatif moneter yang dihasilkan oleh operasi pasca-penerbitan,” ujar Zhou.
Ia menambahkan bahwa meskipun Undang-Undang GENIUS di Amerika Serikat dan Peraturan Stablecoin Hong Kong sudah berupaya mengatasi masalah ini, pengendalian terhadap risiko masih belum sepenuhnya memadai.
Ant Group dan JD.com sebelumnya termasuk di antara 77 perusahaan yang menyatakan minat mengajukan lisensi stablecoin di Hong Kong.
Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah Hong Kong menjadikan wilayahnya sebagai pusat inovasi keuangan digital, sembari tetap menjaga kehati-hatian terhadap risiko yang mungkin muncul dari aset kripto.
China Perketat Arah Pengembangan Aset Digital di Hong Kong
Pengawasan China terhadap aktivitas aset digital di Hong Kong semakin ketat dalam beberapa bulan terakhir. Regulator daratan bahkan ikut memperlambat proses tokenisasi aset dunia nyata di wilayah tersebut.
Beberapa broker besar diminta untuk menunda proyek tokenisasi mereka dan berhenti menerbitkan riset yang mendukung stablecoin.
Tindakan ini menunjukkan bahwa Beijing ingin memastikan seluruh inovasi keuangan digital tetap berada dalam kendali regulasi nasional, terutama untuk mencegah potensi gangguan terhadap sistem moneter China.
Sementara itu, otoritas keuangan Hong Kong berupaya menjaga keseimbangan antara menjadi pusat inovasi kripto global dan memenuhi tuntutan keamanan finansial dari Beijing.
Bank Global Mulai Jajaki Penerbitan Stablecoin Sendiri
Di sisi lain, sejumlah bank internasional tengah menjajaki penerbitan stablecoin mereka sendiri.
Mengutip Yahoo Finance, kelompok bank besar seperti Banco Santander, Bank of America, Barclays, BNP Paribas, Citi, Deutsche Bank, Goldman Sachs, MUFG Bank Ltd, TD Bank Group, dan UBS bekerja sama untuk mengembangkan token digital yang dipatok pada mata uang G7.
Dalam pernyataan resmi BNP Paribas, disebutkan bahwa proyek tersebut akan mengkaji “bentuk uang digital yang didukung cadangan devisa 1:1 dan beroperasi di atas blockchain publik.”
Tujuan utama inisiatif ini adalah untuk mengeksplorasi manfaat aset digital dalam meningkatkan efisiensi transaksi lintas negara, sambil memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan praktik terbaik manajemen risiko.
Stablecoin sendiri merupakan token digital yang nilainya didukung oleh mata uang fiat seperti dolar AS, euro, atau yen. Berbeda dengan kripto spekulatif seperti Bitcoin, stablecoin dirancang agar nilainya tetap stabil, sehingga lebih cocok digunakan untuk transaksi harian dan pembayaran lintas batas.
Dari Alat Transaksi Kripto ke Sistem Pembayaran Global
Awalnya, stablecoin hanya digunakan oleh pedagang aset kripto untuk mempercepat transaksi tanpa harus bergantung pada sistem perbankan tradisional. Namun kini, perannya berkembang pesat dan mulai dilirik oleh perusahaan besar seperti Meta, Amazon, serta sejumlah bank global.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahkan menandatangani Undang-Undang GENIUS pada Juli lalu, yang menetapkan kerangka hukum untuk penerbitan dan perdagangan stablecoin di AS.
Para pendukung stablecoin menilai, teknologi ini dapat merevolusi sistem pembayaran internasional karena sifatnya yang cepat dan berbiaya rendah.
Laporan analis Standard Chartered menunjukkan potensi besar: stablecoin diperkirakan bisa menarik hingga USD 1 triliun (sekitar Rp16.608 triliun) dari simpanan bank di pasar negara berkembang dalam tiga tahun ke depan.
Ketegangan Regulasi dan Masa Depan Stablecoin
Ketegangan antara inovasi dan regulasi kini menjadi isu utama dalam pengembangan stablecoin, terutama di Asia.
Langkah Beijing menahan penerbitan stablecoin oleh Ant Group dan JD.com memperlihatkan kehati-hatian pemerintah terhadap pergeseran kekuatan moneter dari tangan otoritas publik ke entitas swasta.
Sementara Hong Kong terus berupaya menjadi pusat keuangan digital global, keputusan PBoC menunjukkan bahwa China tetap berkomitmen menjaga dominasi mata uang nasional — baik dalam bentuk fisik maupun digital.
Dengan tekanan regulasi yang semakin kuat, masa depan stablecoin di kawasan ini kemungkinan akan bergantung pada sejauh mana inovasi dapat berjalan berdampingan dengan kebijakan moneter yang ketat dari pemerintah pusat.

Muhammad Anan Ardiyan
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
2.
IHSG Sentuh Level Tertinggi, Saham Telkom Melonjak Dua Digit
- 21 Oktober 2025
3.
Investasi Jawa Tengah Melesat, Serap Ratusan Ribu Tenaga Kerja
- 21 Oktober 2025
4.
Harga Emas Antam di Pegadaian Turun, Masih di Level Tinggi
- 21 Oktober 2025
5.
Changpeng Zhao Yakin Bitcoin Mampu Kalahkan Emas Dunia
- 21 Oktober 2025