Kamis, 09 Oktober 2025

Harga Minyak Dunia Naik, Didukung Sentimen Positif dari AS dan Ukraina

Harga Minyak Dunia Naik, Didukung Sentimen Positif dari AS dan Ukraina
Harga Minyak Dunia Naik, Didukung Sentimen Positif dari AS dan Ukraina

JAKARTA - Harga minyak global melanjutkan tren penguatan dan menembus level tertinggi dalam sepekan terakhir. Dorongan utama datang dari meningkatnya konsumsi energi di Amerika Serikat (AS) serta belum adanya kemajuan berarti dalam upaya perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

Pada perdagangan Kamis (9 Oktober 2025), harga minyak berjangka Brent naik US$0,80 atau 1,2% ke posisi US$66,25 per barel. Sementara itu, minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) AS menguat US$0,82 atau 1,3% ke level US$62,55 per barel.

Kenaikan ini menandai penutupan tertinggi sejak 30 September 2025 untuk Brent dan 29 September 2025 untuk WTI. Pergerakan positif ini menunjukkan sentimen pasar minyak kembali membaik setelah sempat tertekan oleh kekhawatiran pasokan global.

Baca Juga

Kemenag dan Baznas Dorong Pemberdayaan Umat Lewat Microfinance Masjid

Konflik Ukraina Masih Jadi Faktor Utama Pasar Energi

Salah satu pendorong penguatan harga minyak adalah meningkatnya ketegangan geopolitik di Eropa Timur. Seorang diplomat senior Rusia menyatakan bahwa upaya menuju kesepakatan damai dengan Ukraina kini hampir sepenuhnya buntu.

Pernyataan itu menimbulkan kekhawatiran baru di kalangan investor, karena kesepakatan damai dapat membuka peluang ekspor minyak Rusia lebih besar ke pasar dunia. Tanpa adanya perdamaian, pasokan global diperkirakan akan tetap ketat, sehingga mendorong harga naik.

Data energi AS menunjukkan Rusia masih menjadi produsen minyak mentah terbesar kedua di dunia setelah AS pada 2024. Meski di bawah sanksi ekonomi, Rusia tetap mampu meningkatkan produksi minyaknya.

Bahkan, pada bulan lalu negara tersebut hampir memenuhi kuota produksi OPEC+, seperti disampaikan Wakil Perdana Menteri Alexander Novak yang dikutip dari Interfax. Pernyataan itu menegaskan bahwa Rusia masih berupaya menjaga stabilitas pasokan energi di tengah tekanan global.

Aliansi OPEC+, yang mencakup Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra seperti Rusia, masih menjadi faktor kunci dalam menjaga keseimbangan pasar. Namun, sektor energi Rusia sedang menghadapi tantangan berat akibat serangan drone Ukraina yang menargetkan kilang minyak.

Serangan tersebut telah mengganggu rantai pasokan dan menekan aktivitas ekspor, meski hingga kini dampaknya belum mengubah arah produksi secara signifikan. Situasi ini semakin memperkuat harga minyak yang terus bertahan di level tinggi.

Kebijakan The Fed dan Shutdown AS Dukung Kenaikan Harga

Kenaikan harga minyak juga disokong oleh optimisme investor terhadap potensi pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed). Ekspektasi kebijakan moneter yang lebih longgar diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan energi.

Selama penutupan sebagian pemerintahan AS (government shutdown) yang memasuki hari kedelapan, data ekonomi resmi dari pemerintah belum tersedia. Investor pun mengandalkan risalah rapat The Fed untuk menilai arah kebijakan selanjutnya.

Risalah rapat The Fed tanggal 16–17 September 2025 menunjukkan sebagian besar pejabat menilai risiko pasar tenaga kerja meningkat. Kondisi ini dapat menjadi alasan kuat bagi bank sentral untuk menurunkan suku bunga meski kekhawatiran inflasi masih membayangi.

Menurut CME Group’s FedWatch Tool, pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan 28–29 Oktober 2025 mendatang. Langkah itu diyakini dapat memperkuat daya beli dan meningkatkan permintaan bahan bakar, terutama di sektor industri dan transportasi.

Selain faktor moneter, laporan data energi AS juga memberikan dukungan terhadap harga minyak. Administrasi Informasi Energi (EIA) mencatat peningkatan signifikan dalam konsumsi minyak AS.

Permintaan Energi AS Meningkat di Tengah Lonjakan Stok

Data EIA menunjukkan perusahaan energi menambah persediaan minyak sebesar 3,7 juta barel pada pekan yang berakhir 3 Oktober 2025. Angka itu lebih tinggi dibanding perkiraan analis sebesar 1,9 juta barel dan estimasi API yang mencapai 2,8 juta barel.

Namun, pasar tetap fokus pada data yang menunjukkan konsumsi minyak AS melonjak tajam. Total produk minyak bumi yang disalurkan—yang menjadi proksi permintaan minyak—meningkat menjadi 21,99 juta barel per hari, tertinggi sejak Desember 2022.

“Data permintaan cukup kuat dan itu akan menjaga pasar tetap mendapat dukungan,” ujar Phil Flynn, analis senior Price Futures Group. Menurutnya, selama permintaan di AS masih tinggi, harga minyak memiliki peluang besar untuk terus bergerak naik.

Sepanjang pekan ini, harga minyak telah naik sekitar 3%. Kenaikan ini bertepatan dengan keputusan OPEC+ yang mengumumkan penyesuaian produksi lebih kecil dari perkiraan pasar.

Keputusan OPEC+ dan Dampak pada Keseimbangan Pasar

Pada Minggu (5 Oktober 2025), OPEC+ sepakat untuk menaikkan target produksi sebesar 137.000 barel per hari mulai November 2025. Keputusan ini lebih rendah dari ekspektasi awal dan dianggap cukup hati-hati di tengah kekhawatiran akan potensi surplus pasokan.

Kebijakan tersebut menunjukkan bahwa OPEC+ masih berupaya menjaga stabilitas harga di tengah kondisi global yang tidak menentu. Pasar menilai langkah ini sebagai sinyal bahwa produsen besar tidak ingin membanjiri pasar dengan pasokan berlebih.

Para analis menilai keputusan tersebut sebagai kompromi strategis yang bertujuan menjaga keseimbangan antara kepentingan produsen dan konsumen. Dengan demikian, harga minyak tetap terjaga pada kisaran stabil tanpa gejolak tajam.

Prospek Harga Minyak Masih Positif hingga Akhir Tahun

Kombinasi faktor geopolitik, kebijakan moneter, dan dinamika produksi OPEC+ membuat prospek harga minyak tetap positif hingga akhir 2025. Investor memandang bahwa ketidakpastian global akan terus menjadi katalis utama bagi pasar energi.

Kenaikan konsumsi energi di AS juga memberikan dorongan tambahan terhadap harga. Dengan permintaan yang terus meningkat dan pasokan yang relatif terbatas, keseimbangan pasar cenderung berpihak pada kenaikan harga.

Analis memperkirakan harga minyak Brent akan bertahan di kisaran US$65–70 per barel dalam jangka pendek. Namun, potensi kenaikan lebih lanjut tetap terbuka apabila ketegangan geopolitik meningkat atau The Fed benar-benar memangkas suku bunga.

Dengan berbagai faktor pendukung tersebut, harga minyak masih memiliki ruang penguatan. Pasar energi global kini berada dalam fase sensitif terhadap setiap perkembangan geopolitik dan kebijakan ekonomi utama dunia.

Nathasya Zallianty

Nathasya Zallianty

indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Tantangan Berat Pejabat Baru LPS Menjelang Implementasi Program 2028

Tantangan Berat Pejabat Baru LPS Menjelang Implementasi Program 2028

Anggito Abimanyu Hadapi Masa Transisi Besar sebagai Ketua LPS

Anggito Abimanyu Hadapi Masa Transisi Besar sebagai Ketua LPS

BEI Kaji Perpanjangan Jam Perdagangan Saham Demi Tarik Investor Asing

BEI Kaji Perpanjangan Jam Perdagangan Saham Demi Tarik Investor Asing

BREN dan BRMS Berpeluang Masuk Indeks MSCI

BREN dan BRMS Berpeluang Masuk Indeks MSCI

Cermati Saham Bank Digital di Tengah Rumor IPO

Cermati Saham Bank Digital di Tengah Rumor IPO