JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan keseriusannya dalam memberantas aktivitas judi online di Indonesia. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan bahwa pihaknya secara aktif memblokir rekening yang terindikasi terkait dengan kegiatan tersebut.
“Setiap informasi mengenai rekening yang diduga terlibat judi online langsung kami tindak dengan pemblokiran,” ujar Mahendra dalam sebuah acara di The Westin Jakarta, Senin (25/11/2024).
Langkah ini sejalan dengan inisiatif OJK dan Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI), yang baru saja meluncurkan soft launching Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan pada Jumat (22/11), bertempat di Kantor OJK, Jakarta.
Mahendra menjelaskan bahwa keberadaan IASC akan meningkatkan efisiensi dalam melacak rekening-rekening yang terlibat dalam aktivitas ilegal seperti judi online. Ia juga menegaskan dukungan penuh OJK terhadap upaya pemerintah dalam menuntaskan permasalahan ini.
“Dengan adanya Anti-Scam Centre, proses pelacakan akan menjadi lebih cepat dan menyeluruh. Kami sepenuhnya mendukung langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi persoalan judi online,” kata Mahendra.
Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengungkapkan pola transaksi judi online saat ini cenderung berubah. Meski nilai per transaksi semakin kecil, jumlah pemain meningkat drastis sehingga total perputaran uang terkait judi online terus membesar.
“Data menunjukkan bahwa meskipun nominal per transaksi lebih kecil, jumlah pelaku semakin banyak, menyebabkan total akumulasi transaksi judi online terus meningkat,” ungkap Ivan dalam keterangan tertulis, Kamis (21/11/2024).
Berdasarkan laporan PPATK, perputaran uang terkait judi online mencapai Rp 327 triliun pada 2023. Sementara itu, hanya dalam tiga bulan pertama 2024, angkanya sudah mencapai Rp 110 triliun.
Yang lebih memprihatinkan, sebanyak 197.540 anak berusia 11-19 tahun tercatat terlibat dalam aktivitas judi online, dengan nilai transaksi mencapai Rp 293,4 miliar. Temuan ini menjadi alarm serius bagi pihak berwenang untuk segera mengambil tindakan lebih tegas.