JAKARTA - PT Agincourt Resources (PTAR) mengambil langkah tak biasa setelah banjir bandang melanda Sumatra Utara pada akhir November 2025. Perusahaan memprioritaskan pengerahan alat berat mereka untuk membantu pembukaan akses dan penanganan darurat di lokasi bencana.
Senior Manager Corporate Communications PTAR, Katarina Siburian Hardono, menjelaskan bahwa sekitar 10 unit ekskavator dan backhoe loader dialihkan dari kegiatan operasional rutin. Alat-alat berat tersebut difokuskan untuk membuka jalur yang tertutup longsor serta menghubungkan kembali wilayah yang terputus.
“Penyesuaian operasional, sampai kondisi lebih kondusif. Memang saat ini fokusnya sedang ke tanggap darurat,” ujar Katarina dalam keterangannya pada Jumat, 5 Desember 2025.
Katarina tidak merinci sejauh mana penyesuaian tersebut berdampak terhadap produksi bijih emas perusahaan. Namun ia menegaskan bahwa keselamatan warga dan kemudahan akses menjadi prioritas utama dalam situasi darurat.
Dalam penanganan bencana ini, PTAR turut mengoperasikan helikopter perusahaan. Helikopter tersebut digunakan untuk mengirimkan kebutuhan darurat ke lokasi-lokasi yang terhalang longsor dan banjir.
Kunjungan Menteri ESDM dan Penegasan Komitmen Perusahaan
Di tengah krisis tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, sempat meninjau langsung lokasi terdampak banjir dan longsor di Desa Garoga, Tapanuli Selatan. Kunjungan ini dilakukan sebagai bagian dari evaluasi pemerintah terhadap faktor yang diduga memperburuk dampak bencana.
Dalam peninjauan itu, PTAR kembali menegaskan komitmen mereka terhadap kepatuhan perizinan dan transparansi kegiatan usaha. Katarina menyebut bahwa perusahaan beroperasi sesuai prinsip good mining practice dan terbuka terhadap evaluasi pemerintah.
“Kami terbuka dan kooperatif terhadap proses verifikasi serta pengawasan pemerintah. Kami siap menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan dan mendukung penuh setiap langkah pengawasan sesuai ketentuan,” katanya dalam pernyataan resmi.
Sebelumnya, Bahlil menegaskan bahwa timnya sedang mengevaluasi kegiatan tambang emas Martabe yang dikelola PT Agincourt Resources. Ia menyebut evaluasi tersebut meliputi penyelidikan terhadap kemungkinan kontribusi aktivitas tambang terhadap banjir dan longsor.
“Kali yang di Martabe ini yang paling kecil, tim tambang tetap melakukan evaluasi sampai sekarang,” ujar Bahlil saat ditemui di Istana Negara pada Kamis, 4 Desember 2025.
Ia juga menyampaikan bahwa dia telah melihat kondisi lapangan, namun keputusan final baru akan diambil setelah verifikasi menyeluruh selesai. Pemerintah ingin memastikan bahwa kegiatan tambang berjalan sesuai aturan yang berlaku.
Di sisi lain, Bahlil menegaskan sikap tegas pemerintah terhadap perusahaan yang terbukti melanggar kaidah pertambangan. Ia menjanjikan tindakan tanpa kompromi terhadap setiap pelanggaran.
“Saya pastikan kalau ada tambang atau IUP yang bekerja tidak sesuai dengan kaidah aturan yang berlaku, kita akan memberikan sanksi tegas,” ucapnya.
Sorotan dari Aktivis Lingkungan dan Respons Perusahaan
Bencana yang meluas di sejumlah wilayah Sumatra memunculkan kritik dari berbagai pihak, salah satunya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Utara. Organisasi tersebut menuding aktivitas tambang emas Martabe memperparah banjir di Sumatra Utara.
Walhi menilai pengurangan tutupan hutan dan lahan sekitar 300 hektare sebagai faktor yang memperburuk kondisi hidrologis. Selain itu, mereka menyoroti lokasi fasilitas pengolahan limbah tambang yang berada dekat dengan sungai Aek Pahu yang melewati Desa Sumuran.
Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Rianda Purba, menyampaikan bahwa warga juga mengeluhkan kualitas air yang menurun ketika musim hujan setelah Pit Ramba Joring mulai beroperasi pada tahun 2017. Kondisi air dianggap kerap lebih keruh dari sebelumnya.
“Warga menyampaikan bahwa sejak beroperasinya PIT Ramba Joring, air sungai sering kali keruh saat musim hujan,” ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima pada Selasa, 2 Desember 2025.
Menanggapi tudingan itu, manajemen PTAR menegaskan bahwa aktivitas tambang Martabe tidak dapat dikaitkan langsung dengan banjir di Sumatra Utara. Mereka menjelaskan bahwa operasional berada di daerah aliran sungai (DAS) Aek Pahu, berbeda dari titik banjir di DAS Garoga.
Perusahaan menyampaikan bahwa banjir bandang dipicu oleh ketidakmampuan sungai menampung laju air secara cepat. Mereka menyebut adanya penyumbatan material kayu gelondongan di jembatan Garoga I dan Anggoli I sebagai faktor utama.
Sumbatan tersebut mencapai titik kritis pada 25 November sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Kondisi itu menyebabkan perubahan alur sungai secara tiba-tiba sehingga dua anak sungai Garoga bergabung menjadi arus besar yang menerjang desa Garoga.
“Temuan kami menunjukkan bahwa mengaitkan langsung operasional Tambang Emas Martabe dengan kejadian banjir bandang di Desa Garoga merupakan kesimpulan yang prematur dan tidak tepat,” kata manajemen PTAR dalam pernyataan tertulis pada Selasa, 2 Desember 2025.
Perusahaan menambahkan bahwa meskipun sungai Aek Pahu dan Garoga bertemu di hilir Desa Garoga, aliran airnya tetap mengarah ke pantai barat Sumatra. Karena itu, mereka mengklaim tidak ada hubungan langsung antara aktivitas tambang di DAS Aek Pahu dan bencana di Garoga.
Peran Tambang Martabe Dalam Situasi Pascabencana
Di luar kontroversi tersebut, PTAR menegaskan bahwa fokus mereka saat ini adalah membantu pemulihan pascabencana. Pengerahan alat berat dan helikopter menjadi wujud komitmen perusahaan dalam mendukung masyarakat di sekitar wilayah operasional.
Pengalihan armada perusahaan untuk kepentingan darurat menunjukkan pergeseran sementara prioritas dari operasional tambang ke bantuan kemanusiaan. Hal ini menjadi langkah penting bagi warga yang bergantung pada akses transportasi untuk aktivitas sehari-hari.
Pendekatan ini juga menunjukkan kesediaan perusahaan untuk berkoordinasi dengan pemerintah dan aparat setempat. Upaya tersebut dianggap penting untuk mempercepat proses normalisasi pascabencana.
PTAR berharap sinergi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat dapat mempercepat pemulihan kondisi di wilayah terdampak. Perusahaan juga menegaskan kesiapan mereka untuk melanjutkan evaluasi bersama pemerintah.