Selisih Rp18 Triliun Dana Pemda, Purbaya Minta Investigasi Data BI dan Kemendagri

Selasa, 21 Oktober 2025 | 10:52:15 WIB
Selisih Rp18 Triliun Dana Pemda, Purbaya Minta Investigasi Data BI dan Kemendagri

JAKARTA -Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti adanya peningkatan dana milik pemerintah daerah (Pemda) yang mengendap di perbankan hingga akhir September 2025. 

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), dana tersebut naik 12,17%, dari Rp208,6 triliun menjadi Rp234 triliun. Menurut Purbaya, kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar daerah belum optimal dalam merealisasikan belanja, sehingga banyak anggaran yang tertahan di bank.

Namun, temuan tersebut menimbulkan perdebatan di kalangan pejabat tinggi. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengajukan sanggahan terhadap data yang disampaikan Purbaya. Ia menilai angka dana mengendap di perbankan tidak setinggi yang tercatat oleh BI.

Tito Karnavian Ungkap Angka Versi Kemendagri

Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang dihadiri oleh sejumlah pejabat, termasuk Purbaya, Tito memaparkan hasil pengecekan langsung terhadap rekening kas daerah. 

Berdasarkan catatan Kemendagri, dana mengendap Pemda per September 2025 hanya Rp215 triliun, atau lebih rendah Rp18 triliun dari data yang dimiliki Bank Indonesia.

“Menurut catatan kami, dari hasil pengecekan langsung ke rekening kas daerah, dana mengendap hanya Rp215 triliun,” ujar Tito dalam rapat tersebut.

Perbedaan ini memunculkan pertanyaan serius mengenai sumber data dan metode pencatatan. BI menggunakan laporan dari seluruh bank di Indonesia, sementara Kemendagri melakukan verifikasi langsung ke masing-masing pemerintah daerah.

Purbaya Pertanyakan Selisih Rp18 Triliun

Menanggapi pernyataan Tito, Purbaya mengaku heran atas selisih dana sebesar Rp18 triliun tersebut. Ia menilai data BI semestinya paling akurat karena dihimpun langsung dari seluruh bank yang menampung dana pemerintah daerah.

“Justru saya jadi bertanya-tanya, Rp18 triliun itu ke mana. Karena kalau bank sentral pasti ngikut itu dari bank-bank di seluruh Indonesia. Kalau di Pemda kurang Rp18 triliun, mungkin Pemda kurang teliti ngitung atau nulisnya, Pak,” ujar Purbaya dalam rapat yang digelar Senin (20/10/2025).

Pernyataan Purbaya ini menunjukkan perlunya sinkronisasi antarinstansi, agar data keuangan daerah bisa lebih transparan dan akurat. Perbedaan pencatatan semacam ini, jika tidak diklarifikasi, dapat menimbulkan kesalahpahaman publik terhadap pengelolaan keuangan negara.

Permintaan Investigasi dan Imbauan Purbaya

Melihat adanya perbedaan yang cukup besar antara data BI dan Kemendagri, Purbaya meminta agar Tito Karnavian melakukan investigasi lebih lanjut.

Ia menegaskan pentingnya menelusuri ke mana dana Rp18 triliun yang menjadi selisih tersebut, apakah benar-benar digunakan untuk kegiatan ekonomi di daerah atau tidak.

“Jadi itu mesti diinvestigasi ke mana yang selisih Rp18 triliun itu. Tapi enggak apa-apa, selama di daerah digunakan itu sudah bagus untuk menggerakkan ekonomi daerah,” kata Purbaya.

Menurutnya, jika dana tersebut memang telah digunakan untuk mendukung aktivitas ekonomi masyarakat di tingkat lokal, maka hal itu patut diapresiasi. Namun, jika ternyata masih mengendap tanpa kejelasan pemanfaatan, maka perlu ada tindak lanjut dan klarifikasi resmi.

Dampak Dana Mengendap terhadap Ekonomi Daerah

Purbaya juga menyoroti dampak dari dana Pemda yang tidak segera dibelanjakan. Menurutnya, ketika dana tersebut terlalu lama mengendap di bank, maka efeknya terhadap perekonomian daerah menjadi minim.

Belanja pemerintah daerah merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi lokal. Oleh karena itu, ia mengimbau agar Pemda mempercepat penyerapan anggaran, terutama untuk kegiatan produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

“Jangan ditransfer ke pusat lagi uangnya, jangan ditaruh di Bank Jakarta,” ucap Purbaya menegaskan. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Kementerian Keuangan ingin memastikan dana yang berasal dari daerah benar-benar kembali ke masyarakat dalam bentuk pembangunan dan layanan publik.

Pentingnya Sinkronisasi Data dan Transparansi Fiskal

Kasus perbedaan data dana Pemda ini bukan pertama kalinya terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah pusat sering menemukan inkonsistensi antara laporan BI, Kemendagri, dan pemerintah daerah. 

Kondisi ini menunjukkan perlunya sistem informasi keuangan yang lebih terintegrasi, sehingga seluruh pihak memiliki data yang seragam.

Selain itu, transparansi fiskal juga menjadi faktor penting untuk memastikan akuntabilitas pengelolaan dana publik. Dengan sinkronisasi data yang baik, pemerintah bisa memantau efektivitas belanja daerah dan menilai sejauh mana kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Dorongan untuk Penguatan Koordinasi Pusat dan Daerah

Perbedaan data antara BI dan Kemendagri yang mencapai Rp18 triliun menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperkuat koordinasi dan integrasi sistem keuangan publik. 

Investigasi yang diminta Purbaya diharapkan tidak hanya mengungkap asal-usul selisih tersebut, tetapi juga menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola keuangan daerah secara menyeluruh.

Dengan pengelolaan yang lebih transparan, belanja daerah yang efektif, dan kolaborasi antarinstansi yang solid, dana publik dapat lebih tepat sasaran, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia.

Terkini

Prabowo Ungkap Proyek Jip Nasional, Dana dan Pabrik Siap

Selasa, 21 Oktober 2025 | 18:41:34 WIB

PAN Usul Pimpinan MPR Ikut Gunakan Mobil Maung

Selasa, 21 Oktober 2025 | 18:41:29 WIB

Persiapan Haji 2026 Dikebut, Hanya Tersisa Enam Bulan

Selasa, 21 Oktober 2025 | 18:41:25 WIB

17 Tempat Makan Dekat Stasiun Tugu Jogja 2025

Selasa, 21 Oktober 2025 | 18:41:23 WIB