OJK Terbitkan Aturan Baru untuk Pemeringkat Kredit Alternatif, Dorong Inklusi Keuangan
- Rabu, 22 Januari 2025
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi menerbitkan peraturan baru yang diantisipasi akan mengubah lanskap penilaian kredit di Indonesia. Melalui Peraturan OJK Nomor 29 Tahun 2024 (POJK 29/2024), otoritas ini memperkenalkan Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA) yang diharapkan dapat mendorong inklusi keuangan di Tanah Air.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Regulasi baru ini dirinci oleh Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, yang menyatakan bahwa POJK 29/2024 mencakup berbagai aspek kritis dalam penyelenggaraan PKA. "Regulasi ini hadir sebagai tanggapan atas pesatnya perkembangan teknologi informasi yang membuka peluang efisiensi dalam berbagai proses bisnis di sektor jasa keuangan," ungkap Ismail dalam keterangan resmi yang diterima wartawan, Rabu, 22 Januari 2025.
POJK 29/2024 merinci ruang lingkup serta prinsip dasar PKA, termasuk tata kelola kelembagaan, pengawasan, hingga penghentian kegiatan dan pencabutan izin usaha. Aturan ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi penyelenggara PKA, sekaligus memastikan keseimbangan antara inovasi yang berkelanjutan dengan perlindungan data konsumen yang solid.
PKA sebagai bagian dari inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK) menawarkan pendekatan baru dalam penilaian kelayakan kredit konsumen, memanfaatkan data alternatif seperti informasi telekomunikasi, utilitas, dan transaksi perdagangan elektronik (e-commerce). "Teknologi PKA dapat menjadi alat yang melengkapi riwayat kredit untuk meningkatkan inklusi keuangan, terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta masyarakat unbanked atau underbanked," terang Ismail.
Kehadiran PKA ini, menurut Ismail, memberikan warna baru pada sektor jasa keuangan, terutama dalam layanan pemberian kredit. "Penyelenggaraan PKA mampu mengatasi tantangan penilaian kelayakan kredit, terutama bagi individu atau kelompok yang tidak memiliki riwayat kredit atau memiliki riwayat yang terbatas," jelasnya.
Keberadaan PKA yang diatur dan diawasi oleh OJK juga menegaskan komitmen terhadap prinsip tata kelola yang baik dalam ekosistem keuangan nasional. Selain pelaku usaha jasa keuangan, lembaga pengelola informasi perkreditan, dan konsumen, PKA juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum. "Di samping itu, PKA dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak," tambah Ismail.
Sebagai langkah awal implementasi, OJK telah mengadakan sosialisasi terkait POJK 29/2024 kepada berbagai asosiasi dalam sektor keuangan. Beberapa yang telah diundang dalam sosialisasi di Kantor OJK, Gedung Sumitro Djojohadikusumo, di antaranya adalah Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), serta Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Selama ini, sistem pemeringkat kredit di Indonesia berpusat pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), yang berfungsi melihat riwayat pinjaman debitur pada lembaga keuangan. SLIK, yang dulunya dikenal sebagai BI Checking saat dikelola oleh Bank Indonesia, kini berada di bawah pengawasan OJK.
Baca JugaTrump Luncurkan Inisiatif Investasi AI Besar-Besaran, Targetkan AS Unggul di Teknologi Global
Tri Kismayanti
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
ExxonMobil Siap Gelontorkan Investasi Rp 162 Triliun untuk Proyek Besar di Indonesia
- Rabu, 22 Januari 2025
Perbaikan Kinerja Keberlanjutan Perusahaan di Pasar Modal Indonesia Semakin Menguat
- Rabu, 22 Januari 2025