Mengenal Insentif Pajak dan Kinerja Penerimaan di Masa Kepemimpinan Baru
- Rabu, 22 Oktober 2025

JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan berbagai insentif dan kemudahan pajak untuk membantu masyarakat dan pelaku usaha. Insentif ini diberikan guna memperkuat sektor strategis dan mendukung konsumsi di tengah kondisi ekonomi yang dinamis.
Insentif yang diberikan antara lain adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah di sektor alas kaki, tekstil, dan pariwisata. Selain itu, terdapat juga diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk penyerahan rumah tapak, kendaraan listrik, serta tiket pesawat.
Daftar Lengkap Fasilitas Pajak yang Berlaku
Baca JugaPurbaya Dorong Reformasi Digital, AI Siap Awasi Bea Cukai Nasional
Beberapa keringanan yang berlaku mencakup pembebasan PPN untuk kebutuhan pokok dan jasa kesehatan. UMKM dengan omzet hingga Rp 500 juta tetap mendapatkan kebebasan dari PPh.
Selain itu, tarif PPh Final untuk UMKM dipertahankan rendah yaitu 0,5% hingga tahun 2029. Langkah ini menjadi salah satu strategi agar sektor usaha kecil dan menengah tetap bertahan dan berkembang.
Penerimaan Pajak Meningkat di Tengah Tantangan Ekonomi
Meski masih menghadapi tekanan restitusi, penerimaan pajak bruto per September 2025 menunjukkan perbaikan. Nilai penerimaan bruto tercatat sebesar Rp 1.619,2 triliun, naik dari Rp 1.588,21 triliun pada periode sama tahun lalu.
Secara neto, penerimaan setelah dikurangi restitusi memang turun menjadi Rp 1.295,28 triliun. Namun, pertumbuhan penerimaan neto bulanan tetap positif dengan angka Rp 159,8 triliun pada September 2025, lebih baik dari tahun sebelumnya.
Kinerja Pajak Berdasarkan Jenis dan Sektor Usaha
Kenaikan penerimaan pajak bruto terlihat dari berbagai jenis pajak, seperti PPh Pasal 21 yang tumbuh 1,7% menjadi Rp 195 triliun. PPh Badan juga mencatat kenaikan dari Rp 287,3 triliun menjadi Rp 309,7 triliun, didukung oleh sektor pertanian, industri kelapa sawit, dan pertambangan.
PPN impor juga mengalami kenaikan signifikan menjadi Rp 229,8 triliun dari Rp 198,9 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Meski begitu, PPN dalam negeri masih mengalami tekanan dan turun menjadi Rp 497,2 triliun dari Rp 505,2 triliun.
Sektor usaha pengolahan menunjukkan pertumbuhan penerimaan pajak dari Rp 443,8 triliun menjadi Rp 452,3 triliun. Kontribusi datang dari industri minyak kelapa sawit, kendaraan bermotor, dan farmasi.
Sektor keuangan dan pertambangan juga menunjukkan kenaikan setoran pajak, sementara perdagangan mengalami penurunan dari Rp 376,9 triliun menjadi Rp 370,9 triliun. Penurunan ini dipengaruhi oleh subsektor perdagangan mobil dan jasa balas.
Memahami Pajak sebagai Indikator Kinerja Sektor Ekonomi
Direktur Jenderal Pajak mengingatkan bahwa data penerimaan pajak dapat dijadikan alat untuk memprediksi kondisi sektor ekonomi. Efektivitas pemungutan pajak dan adanya pengecualian pajak (tax expenditure) perlu diperhatikan agar data bisa memberikan gambaran yang akurat.
Pengelolaan pajak yang tepat diharapkan dapat terus mendukung pembangunan nasional dan meningkatkan pendapatan negara. Dengan berbagai insentif dan kinerja yang membaik, diharapkan perekonomian tetap stabil dan berkembang.
Jika Anda ingin memahami lebih dalam tentang kebijakan pajak dan perkembangannya, penting untuk mengikuti update resmi dari pemerintah dan Direktorat Jenderal Pajak secara berkala.

Zahra
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
2.
Harga Emas Antam di Pegadaian 22 Oktober 2025 Naik Drastis
- 22 Oktober 2025
3.
Rekomendasi Saham Terbaik dan Prospek IHSG 22 Oktober 2025
- 22 Oktober 2025
4.
KUR BRI 2025 Dorong UMKM Tumbuh Lewat Akses Pembiayaan Ringan
- 22 Oktober 2025
5.
Syarat dan Simulasi KUR BNI 2025 dengan Tenor Fleksibel Terbaru
- 22 Oktober 2025