Rabu, 22 Oktober 2025

Rupiah Menguat di Tengah Kenaikan Dolar AS, Investor Waspada

Rupiah Menguat di Tengah Kenaikan Dolar AS, Investor Waspada
Rupiah Menguat di Tengah Kenaikan Dolar AS, Investor Waspada

JAKARTA - Nilai tukar rupiah mengawali perdagangan awal pekan dengan penguatan tipis, meski dolar Amerika Serikat (AS) justru tengah berada dalam tren apresiasi global.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 20 poin atau 0,12% ke level Rp16.570 per dolar AS pada Senin 20 Oktober 2025. Di sisi lain, indeks dolar AS naik 0,07% ke posisi 98,49, menandakan bahwa permintaan terhadap greenback masih cukup kuat.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pergerakan rupiah tidak sepenuhnya mengikuti tren global, melainkan dipengaruhi pula oleh faktor domestik seperti realisasi investasi dan kebijakan moneter nasional yang stabil.

Baca Juga

Skema Baru Pembayaran Kompensasi Energi, Purbaya Pastikan PLN dan Pertamina Tak Tertunda Lagi

Mata Uang Asia Bergerak Campuran

Sejalan dengan rupiah, mata uang utama Asia pagi ini menunjukkan pergerakan yang bervariasi. Yen Jepang dan won Korea masing-masing melemah 0,23% dan 0,03%, sementara baht Thailand dan ringgit Malaysia justru menguat 0,33% dan 0,07%.

Pergerakan campuran ini memperlihatkan bahwa pelaku pasar di kawasan masih menunggu arah kebijakan moneter global, terutama dari Bank Sentral AS (The Fed). Sentimen pasar yang sensitif terhadap data ekonomi terbaru menjadi faktor utama yang membuat volatilitas meningkat di seluruh Asia.

Proyeksi: Rupiah Berpotensi Fluktuatif Hari Ini

Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif sepanjang perdagangan hari ini, dengan potensi penutupan di rentang Rp16.580 – Rp16.630 per dolar AS.
Menurutnya, pasar sedang menakar kemungkinan besar The Fed akan memangkas suku bunga dalam pertemuan Oktober mendatang, setelah data ekonomi menunjukkan inflasi yang melandai dan pertumbuhan ekonomi yang melemah.

“Selain faktor eksternal, pelaku pasar juga memperhatikan perkembangan hubungan dagang antara AS dan Tiongkok yang kembali memanas,” ujar Ibrahim.

The Fed Isyaratkan Pelonggaran Kebijakan

Sebelumnya, Ketua The Fed Jerome Powell dalam pernyataannya mengadopsi nada dovish, menyoroti risiko perlambatan di pasar tenaga kerja dan menegaskan bahwa kebijakan moneter akan terus disesuaikan berdasarkan data setiap pertemuan.

Sinyal pelonggaran moneter semakin kuat setelah Gubernur The Fed Christopher Waller menyatakan dukungan terhadap pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada Oktober.

 Sementara itu, Gubernur baru Stephen Miran bahkan mendorong jalur pelonggaran yang lebih agresif untuk menstimulasi perekonomian.

Harapan terhadap kebijakan suku bunga yang lebih rendah memberikan sedikit ruang bagi mata uang negara berkembang seperti rupiah untuk menguat. Namun, sentimen geopolitik dan risiko perdagangan internasional tetap menjadi faktor penahan laju penguatan.

Ketegangan Dagang AS–Tiongkok Kembali Meningkat

Pasar global juga dibayangi oleh meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Presiden Donald Trump baru-baru ini mengumumkan rencana pengenaan tarif tambahan 100% atas seluruh impor dari Tiongkok mulai bulan depan.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap kebijakan Beijing yang membatasi ekspor logam tanah jarang, material penting dalam industri teknologi tinggi.

Kebijakan tersebut memicu kekhawatiran akan eskalasi perang dagang jilid baru, yang berpotensi mengganggu rantai pasok global dan menekan kinerja ekonomi negara-negara mitra dagang besar, termasuk Indonesia.

“Investor tetap waspada terhadap memburuknya ketegangan perdagangan AS–Tiongkok,” tambah Ibrahim, sembari menegaskan bahwa kondisi ini dapat memicu arus keluar modal (capital outflow) dari pasar negara berkembang jika ketidakpastian terus meningkat.

Investasi Domestik Jadi Penopang Sentimen Rupiah

Dari dalam negeri, realisasi investasi Indonesia pada kuartal III/2025 menunjukkan hasil menggembirakan dan menjadi penopang stabilitas rupiah.

Kementerian Investasi melaporkan total investasi mencapai Rp491,4 triliun dalam tiga bulan terakhir. Secara kumulatif, realisasi investasi Januari–September 2025 mencapai Rp1.434,3 triliun, atau 75,3% dari target tahunan Rp1.905,6 triliun.

Pertumbuhan investasi kuartal III tercatat 13,9% secara tahunan (YoY), menunjukkan bahwa arus modal tetap kuat di tengah ketidakpastian global.
Yang menarik, investasi di luar Jawa mendominasi dengan kontribusi 54,1% dari total, melampaui wilayah Jawa yang sebesar 45,9%.

Selain itu, penyerapan tenaga kerja meningkat menjadi 696.478 orang, naik dibanding kuartal sebelumnya sebesar 665.764 orang.

Komposisi investasi terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp279,4 triliun (56,9%) dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp212 triliun (43,1%).

Investor Asing Masih Percaya pada Indonesia

Dalam daftar negara investor terbesar, Singapura tetap menempati posisi pertama dengan nilai investasi US$3,8 miliar, diikuti oleh Hong Kong (US$2,7 miliar), China (US$1,9 miliar), Malaysia (US$1 miliar), dan Amerika Serikat (US$800 juta).

Tingginya minat investor asing ini menjadi sinyal positif bagi pasar keuangan nasional. Arus modal masuk tersebut diharapkan dapat menahan tekanan terhadap rupiah, sekaligus memperkuat cadangan devisa Indonesia dalam menghadapi fluktuasi eksternal.

Outlook: Tekanan Eksternal Masih Perlu Diwaspadai

Kendati menguat di awal pekan, rupiah masih rentan terhadap tekanan eksternal. Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, dinamika perang dagang, serta fluktuasi harga komoditas dunia akan terus membayangi pergerakan mata uang domestik.

Namun, dukungan fundamental dari stabilitas investasi, peningkatan penyerapan tenaga kerja, dan kebijakan fiskal yang ekspansif memberi alasan bagi pelaku pasar untuk tetap optimistis.

Jika tren arus modal asing berlanjut dan ketegangan global mereda, rupiah berpeluang mempertahankan penguatannya di bawah Rp16.600 per dolar AS dalam jangka pendek.

Pergerakan rupiah pada Senin ini mencerminkan keseimbangan antara tekanan global dan kekuatan domestik. Di tengah penguatan dolar AS, rupiah mampu bertahan berkat dukungan data investasi dan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter global.

Meski ketidakpastian masih tinggi, prospek ekonomi Indonesia yang solid memberi harapan bahwa rupiah dapat tetap stabil menjelang akhir tahun 2025 — sebuah tanda bahwa pasar mulai menaruh kembali kepercayaan terhadap fondasi ekonomi nasional.

Muhammad Anan Ardiyan

Muhammad Anan Ardiyan

indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

BI Diprediksi Turunkan Suku Bunga Jadi 4,50 Persen, Ekonom Nilai Momentum Tepat

BI Diprediksi Turunkan Suku Bunga Jadi 4,50 Persen, Ekonom Nilai Momentum Tepat

Harga Emas Antam & UBS Naik, Buyback Pegadaian Terkini

Harga Emas Antam & UBS Naik, Buyback Pegadaian Terkini

Obligasi Bencana Naik, Dominasi Reasuransi Global Tergeser

Obligasi Bencana Naik, Dominasi Reasuransi Global Tergeser

10 Modus Scam Paling Merugikan Warga Indonesia Saat Ini

10 Modus Scam Paling Merugikan Warga Indonesia Saat Ini

Pemerintah Raih Rp28 Triliun dari Lelang SUN Terbaru

Pemerintah Raih Rp28 Triliun dari Lelang SUN Terbaru