Selasa, 23 September 2025

Rupiah Tertekan Geopolitik Global dan Prediksi Suku Bunga

Rupiah Tertekan Geopolitik Global dan Prediksi Suku Bunga
Rupiah Tertekan Geopolitik Global dan Prediksi Suku Bunga

JAKARTA - Nilai tukar rupiah kembali melemah seiring meningkatnya ketegangan geopolitik di Eropa dan Timur Tengah. Pelemahan ini tercatat pada penutupan perdagangan Senin, 22 September 2025, di level Rp16.611 per dolar AS.

Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga menunjukkan tren serupa, turun ke Rp16.607 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.578 per dolar AS. Faktor eksternal menjadi salah satu pemicu utama, selain sentimen internal yang juga memengaruhi pergerakan mata uang.

Dampak Ketegangan di Eropa dan Timur Tengah

Baca Juga

Pemerintah Serap Rp 15,6 Triliun untuk UMKM dan Koperasi

Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menyoroti eskalasi konflik Rusia-Ukraina sebagai salah satu penyebab utama pelemahan rupiah. Menurutnya, serangan sporadis Rusia terhadap Ukraina meningkatkan ketidakpastian pasar global.

Di Timur Tengah, ketegangan meningkat seiring rencana pengakuan negara Palestina oleh sejumlah negara, termasuk Inggris, Australia, dan Kanada. Sidang umum PBB yang berlangsung di New York pada akhir September 2025 memperkuat sentimen negatif bagi rupiah, karena konflik ini dapat memengaruhi kestabilan ekonomi regional dan global.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebutkan lebih dari 1.500 serangan pesawat tanpa awak, 1.280 bom berpemandu, dan 50 rudal telah digunakan, melibatkan lebih dari 132.000 komponen asing dari Eropa, AS, China, Jepang, dan puluhan negara lain. Teknologi ini memungkinkan Rusia memproduksi persenjataan skala besar, menimbulkan ancaman bagi kawasan Indo-Pasifik.

Dalam menghadapi situasi ini, Uni Eropa diperkirakan akan menerapkan paket sanksi ke-19 terhadap Rusia, termasuk pemblokiran pasokan persenjataan, untuk menekan negara dan perusahaan yang mendukung produksi senjata tersebut.

Pengakuan Palestina dan Ketegangan Israel

Sidang Majelis Umum PBB juga diperkirakan menjadi momen penting terkait pengakuan Palestina. Negara-negara seperti Prancis, Belgia, Luksemburg, Malta, Portugal, Andorra, dan San Marino diprediksi mengakui kedaulatan Palestina, memicu ketegangan dengan Israel.

Rezim Zionis Israel menegaskan akan menanggapi dengan langkah pencaplokan wilayah Tepi Barat jika negara-negara tersebut melanjutkan rencana pengakuan. Pemerintah AS, melalui Menteri Luar Negeri Marco Rubio, menyatakan tidak akan langsung menentang, tetapi memberi peringatan kepada negara-negara Eropa agar mempertimbangkan konsekuensi.

Menurut Rubio, pengakuan Palestina bisa mempersulit tercapainya kesepakatan damai di Gaza. Situasi ini menambah ketidakpastian geopolitik, yang berdampak pada pelemahan rupiah di pasar valuta asing.

Faktor Ekonomi dan Suku Bunga The Fed

Selain geopolitik, ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed) turut memengaruhi pergerakan rupiah. Ibrahim Assuabi menyebut prediksi penurunan suku bunga sebesar 25 basis points (bps) pada Oktober 2025 sebesar 80 persen menjadi faktor yang menekan mata uang domestik.

Pejabat The Fed, Neel Kashkari, sebelumnya menunjukkan sikap fleksibel untuk menurunkan suku bunga, meski sebelumnya cenderung mempertahankan tingkat tinggi. Ekspektasi ini membuat investor global menyesuaikan portofolio mereka, berimbas pada pergerakan rupiah terhadap dolar AS.

Secara keseluruhan, kombinasi ketidakpastian geopolitik global dan ekspektasi kebijakan moneter AS menciptakan tekanan ganda bagi rupiah. Pelemahan ini mencerminkan sensitivitas mata uang terhadap faktor eksternal sekaligus internal.

Implikasi bagi Pasar dan Investor

Pelemahan rupiah berpotensi meningkatkan biaya impor bagi perusahaan yang mengandalkan barang dari luar negeri, sehingga menimbulkan tekanan inflasi. Investor pun harus lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan, terutama yang berkaitan dengan perdagangan valuta asing dan portofolio global.

Sementara itu, pemerintah dan Bank Indonesia perlu memantau ketegangan geopolitik serta ekspektasi suku bunga secara cermat untuk menjaga stabilitas kurs. Strategi hedging bagi pelaku usaha yang bergantung pada dolar juga menjadi langkah penting untuk menekan risiko fluktuasi nilai tukar.

Dengan kondisi saat ini, rupiah diperkirakan masih menghadapi tekanan dalam jangka pendek. Investor dan pelaku usaha disarankan terus mengikuti perkembangan geopolitik di Eropa dan Timur Tengah, serta pengumuman kebijakan moneter dari The Fed, agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

Rupiah melemah bukan hanya akibat faktor domestik, tetapi juga karena ketidakpastian global yang terus meningkat. Oleh karena itu, strategi mitigasi risiko menjadi hal yang tidak bisa diabaikan untuk menjaga stabilitas keuangan di era volatilitas tinggi ini.

Nathasya Zallianty

Nathasya Zallianty

indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Merdeka Gold Resmi IPO, Bukukan Dana Segar Triliunan

Merdeka Gold Resmi IPO, Bukukan Dana Segar Triliunan

Harga Emas Spot Tembus US$3.747,08 Per Troy Ounce

Harga Emas Spot Tembus US$3.747,08 Per Troy Ounce

Dampak Dana Rp200 Triliun di Bank Mulai Terlihat

Dampak Dana Rp200 Triliun di Bank Mulai Terlihat

Kemenkeu Cairkan Anggaran Rp168,5 Triliun untuk Program Prioritas

Kemenkeu Cairkan Anggaran Rp168,5 Triliun untuk Program Prioritas

IHSG Berpotensi Menguat, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

IHSG Berpotensi Menguat, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini