Kasus bank bangkrut di Indonesia sudah menjadi bagian dari sejarah industri perbankan di tanah air, dan salah satu contoh yang paling mencolok adalah penutupan operasional Rabobank Indonesia pada akhir April 2019.
Bank yang telah beroperasi selama hampir tiga dekade di Indonesia ini memutuskan untuk menghentikan operasionalnya secara bertahap, yang dimulai pada April dan berakhir pada Juni 2020.
Keputusan ini diambil karena Rabobank memutuskan untuk melakukan konsolidasi bisnis dan memindahkan fokus operasionalnya ke Singapura.
Rabobank Indonesia adalah anak perusahaan dari Rabobank Group yang berbasis di Utrecht, Belanda. Sebelumnya, Rabobank Indonesia mencatatkan keberhasilan yang cukup signifikan, salah satunya melalui proses merger dengan Haga Bank dan Bank Hagakita pada 2008.
Merger ini menjadikan Rabobank Indonesia sebagai bank internasional terkemuka di tanah air, hingga akhirnya di bawah kebijakan single presence policy dari Bank Indonesia, ketiga bank tersebut bergabung untuk membentuk Rabobank Indonesia.
Pada dasarnya, kasus bank bangkrut di Indonesia ini menjadi salah satu pelajaran penting dalam dunia perbankan di tanah air. Berikut ini ulasan selengkapnya.
Kasus Bank Bangkrut di Indonesia
Kasus bank bangkrut di Indonesia semakin mencuat sejak 2020, dengan sejumlah bank perekonomian rakyat (BPR) yang terpaksa gulung tikar.
Pada tahun 2024, saat baru berjalan empat bulan, tercatat sebagai tahun dengan jumlah kebangkrutan bank terbanyak, dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT BPR Bali Artha Anugrah pada 4 April 2024.
Keputusan ini diambil sebagai bagian dari upaya pengawasan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas industri perbankan dan melindungi konsumen.
Hingga saat ini, sudah ada sembilan BPR yang dinyatakan bangkrut di tahun 2024, menjadikan angka ini tertinggi sejak 2020.
Sebelumnya, BPR seperti PT BPR Sembilan Mutiara, PT BPR Aceh Utara, dan BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto juga mengalami kebangkrutan pada tahun ini.
Secara keseluruhan, sejak 2020, terdapat lebih dari 30 bank perekonomian rakyat yang bangkrut, dengan angka terbanyak terjadi pada tahun ini.
Daftar Bank Bangkrut di Indonesia
Berikut adalah daftar bank bangkrut di Indonesia dari 2020 hingga April 2024.
Bank Bangkrut 2024
PT BPR Bali Artha Anugrah
PT BPR Sembilan Mutiara
PT BPR Aceh Utara
PT BPR EDCCASH
Perumda BPR Bank Purworejo
PT BPR Bank Pasar Bhakti
PT BPR Usaha Madani Karya Mulia
BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda)
Koperasi BPR Wijaya Kusuma
Bank Bangkrut 2023
PT BPR Persada Guna
PT BPR Indotama UKM Sulawesi
PT BPR Bagong Inti Marga
Perumda BPR Karya Remaja Indramayu
Bank Bangkrut 2022
PT BPR Pasar Umum
Bank Bangkrut 2021
PT BPR Sumber Usahawan Bersama
PT BPR Utomo Widodo
PT BPRS Asri Madani Nusantara
Koperasi BPR Tawang Alun
Koperasi BPR Abang Pasar
PT BPR Sewu Bali
PT BPR LPN Tapan
PT BPR Bina Barumun
Bank Bangkrut 2020
PT BPR Lugano
PT BPR Nurul Barokah
PT BPR Brata Nusantara
PT BPR Artaprima Danajasa
PT BPR Stigma Andalas
PT BPR Tebas Lokarizki
PT BPR Sekar
PT BPRS Gotong Royong
Penyebab Bank Bangkrut
Pada dasarnya, kebangkrutan atau likuidasi bank merujuk pada proses penyelesaian seluruh aset dan kewajiban bank setelah izin usaha dicabut dan badan hukum bank dibubarkan.
Di luar itu, terdapat empat risiko utama yang dapat mengancam kelangsungan operasional bank, yaitu sebagai berikut.
1. Risiko kredit
Risiko kredit merujuk pada kerugian yang timbul akibat kegagalan debitur dalam melakukan pembayaran pinjaman kepada bank. Risiko ini dapat muncul dari kredit macet, transaksi derivatif atau forward (treasury), serta investasi dan pembiayaan perdagangan.
2. Risiko pasar
Risiko pasar muncul akibat perubahan faktor-faktor pasar, seperti fluktuasi suku bunga dan nilai tukar. Misalnya, jika suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun, yang dapat mengakibatkan kerugian bagi bank.
3. Risiko operasional
Risiko operasional mengacu pada kerugian yang disebabkan oleh masalah pada sistem bank, seperti kegagalan teknologi informasi (misalnya serangan hacker), kegagalan ATM, atau sistem yang offline.
Faktor manusia, seperti kejahatan internal, kompetensi karyawan yang kurang memadai, dan perselisihan perburuhan, juga menjadi penyebab.
Selain itu, kegagalan dalam proses internal dan kejadian eksternal seperti perampokan, kebakaran, atau gempa bumi juga dapat berkontribusi terhadap risiko ini.
4. Risiko likuiditas
Risiko likuiditas terjadi ketika bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang jatuh tempo, baik dari sumber pendanaan arus kas maupun aset likuid yang memiliki kualitas tinggi yang dapat dijual atau digadaikan.
Selain keempat risiko utama tersebut, ada juga risiko tambahan, antara lain: risiko hukum yang berkaitan dengan kelemahan kontrak atau tuntutan hukum, risiko reputasi yang muncul dari persepsi negatif terhadap bank, risiko strategik akibat perencanaan yang tidak matang, serta risiko kepatuhan yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku.
Daftar Bank Bank Asing Bangkrut di Indonesia
Beberapa bank asing lainnya yang juga menghentikan operasionalnya di Indonesia sebelum Rabobank adalah sebagai berikut.
1. Bank RBS Indonesia
Royal Bank of Scotland (RBS) mengumumkan penghentian operasionalnya di Indonesia pada 2017, setelah menyampaikan rencana penutupan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 1 November 2016.
Sebelumnya, RBS mengalami kerugian sebesar Rp14,64 miliar pada kuartal III/2016, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya, mereka masih mencatatkan keuntungan sebesar Rp27,95 miliar.
2. Bank Barclays Indonesia
Bank Barclays Indonesia mengundurkan diri dari Indonesia pada tahun 2010, menjadikannya salah satu bank asing yang paling cepat meninggalkan pasar Indonesia.
Bank asal Inggris ini mulai beroperasi di Indonesia pada 2008 setelah mengakuisisi Bank Akita, yang kemudian berganti nama menjadi Bank Barclays Indonesia.
3. Bank Credit Agricole Indosuez
PT Bank Credit Agricole Indosuez, bank asal Prancis, menghentikan operasionalnya di Indonesia setelah izin usahanya dicabut pada 27 Januari 2003 atas permintaan langsung dari pemegang saham.
Bank ini telah beroperasi di Indonesia sejak 1994, namun kinerjanya yang terus memburuk meskipun telah dilakukan restrukturisasi dan penambahan modal, membuat bank ini tidak dapat bertahan.
Sebagai penutup, kasus bank bangkrut di Indonesia menjadi pengingat pentingnya pengelolaan risiko yang hati-hati dalam sektor perbankan untuk menjaga stabilitas ekonomi negara.