JAKARTA - Dominasi Indonesia sebagai pusat industri nikel dunia tidak hanya datang dari besarnya cadangan alam, tetapi juga dari peran para konglomerat yang mengelola tambang dan rantai hilirisasi komoditas strategis ini.
Dengan kontribusi sekitar 43% terhadap cadangan nikel global berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia menempati posisi penting dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik (EV).
Permintaan global terhadap nikel terus melonjak seiring perkembangan energi terbarukan dan kendaraan listrik. Posisi Indonesia yang berada di jalur strategis menjadikan peran para pemilik tambang semakin krusial, baik bagi industri nasional maupun pasar global.
Dalam beberapa tahun terakhir, ekspor produk hilirisasi nikel meningkat signifikan. Pada 2023, ekspor mencapai US$34 miliar, jauh melampaui nilai ekspor bijih mentah pada 2017. Kenaikan ini menunjukkan keberhasilan Indonesia mendorong industrialisasi nikel bernilai tambah tinggi.
Kiprah Konglomerat di Balik Industri Nikel Nasional
Seiring berkembangnya hilirisasi, sejumlah nama besar muncul sebagai pemain kunci dalam industri nikel Tanah Air. Mereka tidak hanya menguasai tambang, tetapi juga turut menggerakkan ekosistem industri yang menyangkut pengolahan dan pemanfaatan nikel untuk berbagai kebutuhan, termasuk baterai EV.
Beberapa di antaranya adalah Kiki Barki, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, Garibaldi Thohir, serta Christopher Sumasto Tjia. Kiprah dan besarnya aset perusahaan mereka menjadikan industri nikel sebagai salah satu sumber kekayaan terbesar para konglomerat ini.
Berikut daftar konglomerat penguasa tambang nikel di Indonesia.
1. Kiki Barki: Diversifikasi dari Batu Bara ke Nikel
Kiki Barki dikenal luas sebagai tokoh penting dalam industri pertambangan nasional. Ia merupakan pendiri PT Harum Energi Tbk (HRUM), yang awalnya berfokus pada tambang batu bara. Keluarga Barki memegang sekitar 79,79% saham perusahaan yang berdiri sejak 1995 tersebut.
Melalui anak perusahaan PT Position (POS), Harum Energi merambah sektor nikel dengan cadangan mencapai sekitar 215 juta ton bijih nikel. Cadangan ini mencakup bijih limonit dan saprolit yang memiliki kadar nikel cukup tinggi.
Berdasarkan Forbes Indonesia’s 50 Richest, Kiki Barki memiliki kekayaan sebesar US$1,3 miliar atau sekitar Rp21,13 triliun dengan kurs Rp 16.620. Ia menduduki posisi ke-42 dalam daftar orang terkaya Indonesia.
2. Lim Hariyanto Wijaya Sarwono: Penggerak Besar Harita Group
Lim Hariyanto Wijaya Sarwono adalah pendiri Harita Group, konglomerasi besar dengan portofolio bisnis meliputi nikel, batu bara, dan bauksit. Melalui PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), Harita mengelola salah satu tambang nikel terbesar di Indonesia.
Pada kuartal I 2025, NCKL mencatat penjualan 5,49 juta wet metric ton (wmt) bijih nikel. Selain itu, fasilitas High Pressure Acid Leaching (HPAL) mereka memproduksi 30.263 ton nikel, termasuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan Nikel Sulfat (NiSO?).
Kedua produk ini menjadi komponen penting dalam industri baterai kendaraan listrik. Tak heran bila NCKL menjadi salah satu pemain strategis dalam rantai pasok global.
Menurut Forbes Real Time Net Worth per 5 Desember 2025, kekayaan Lim mencapai USD 4,9 miliar atau sekitar Rp81,69 triliun dengan kurs Rp16.655,01. Ia menempati posisi ke-15 dalam daftar orang terkaya Indonesia.
3. Garibaldi Thohir: Dorong Hilirisasi Melalui MBMA dan SCM
Garibaldi Thohir atau Boy Thohir dikenal sebagai figur bisnis yang aktif dalam industri energi dan tambang. Selain memimpin Alamtri Resources Indonesia (sebelumnya Adaro Energy Indonesia), ia juga memegang saham di Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA).
MBMA berfokus pada hilirisasi nikel untuk mendukung kebutuhan baterai EV. Pada 2024, kinerja perusahaan meningkat berkat kontribusi tambang PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM). SCM menghasilkan 10,1 juta wmt bijih limonit dan 4,9 juta wmt bijih saprolit, mencatat peningkatan signifikan dari tahun sebelumnya.
Selain itu, smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) milik MBMA memproduksi 82.161 ton nikel dalam bentuk Nikel Pig Iron (NPI).
Menurut Forbes per 11 November 2024, Boy Thohir memiliki kekayaan US$3,8 miliar atau sekitar Rp63,33 triliun. Posisinya berada di peringkat 17 dalam daftar 50 Orang Terkaya Indonesia versi Forbes.
4. Christopher Sumasto Tjia: Mendorong Pertumbuhan PAM Mineral
Christopher Sumasto Tjia merupakan generasi penerus bisnis keluarga yang membangun Pintu Air Mas Group (PAM Group). Ia kini memimpin PT PAM Mineral Tbk (NICL), yang dikenal sebagai perusahaan nikel dengan pertumbuhan pesat.
Pada kuartal I 2025, NICL mencatat penjualan bijih nikel sebesar 995.834 wmt, melonjak 346,98% dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan signifikan ini menunjukkan peningkatan aktivitas produksi dan ekspansi yang kuat.
Meski informasi terbaru mengenai jumlah kekayaan Christopher belum tersedia, prospek usaha NICL yang terus meningkat menunjukkan peran pentingnya dalam industri nikel nasional.
Potensi Nikel Indonesia dan Masa Depan Industri
Dengan cadangan melimpah dan permintaan global yang terus tumbuh, industri nikel Indonesia masih memiliki potensi ekspansi besar. Para konglomerat yang mengelola tambang dan hilirisasi nikel memainkan peran penting dalam menjaga daya saing Indonesia di sektor strategis ini.
Kolaborasi industri, hilirisasi yang berkelanjutan, serta dorongan pemerintah terhadap ekosistem kendaraan listrik akan semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam industri nikel dunia.