Kolaborasi Energi Singapura-Indonesia Percepat Impor Listrik Rendah Karbon

Senin, 27 Oktober 2025 | 13:04:12 WIB
Kolaborasi Energi Singapura-Indonesia Percepat Impor Listrik Rendah Karbon

JAKARTA - Upaya mempercepat transisi menuju energi bersih di kawasan Asia Tenggara kembali menorehkan kemajuan. Pemerintah Singapura menyatakan keyakinannya bahwa proyek impor listrik dari Indonesia dapat segera berjalan lebih cepat berkat dukungan kuat dari kedua negara.

Menteri Energi serta Ilmu Pengetahuan & Teknologi Singapura, Tan See Leng, menekankan pentingnya kerja sama lintas batas dalam menjamin ketahanan energi rendah karbon bagi masa depan negaranya. 

Dalam sambutannya di ajang Singapore International Energy Week (SIEW) 2025, Tan menggambarkan tantangan besar yang dihadapi negaranya sebagai negara kepulauan kecil yang memiliki keterbatasan sumber energi domestik.

“Dengan dukungan kuat dari kedua pemerintah, saya optimistis bahwa fase pertama proyek impor listrik akan mencapai financial close segera. Dan kita dapat melihat dimulainya aliran dalam dekade ini,” ujar Tan penuh keyakinan.

Pernyataan tersebut mempertegas posisi Singapura sebagai negara yang bergantung pada kerja sama regional untuk memenuhi kebutuhan energinya sekaligus mendukung target dekarbonisasi nasional.

Langkah Perdana Perdagangan Energi Lintas Batas Indonesia

Bagi Indonesia, proyek ekspor listrik ke Singapura menjadi tonggak baru dalam sejarah perdagangan energi lintas batas. Kesepakatan ini bukan hanya mencerminkan kemajuan diplomasi energi kedua negara, tetapi juga menunjukkan kesiapan Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam pasar energi hijau dunia.

Kerja sama ini difokuskan pada pemanfaatan potensi energi terbarukan Indonesia yang sangat melimpah, terutama dari energi surya. Sementara itu, bagi Singapura, proyek ini menjadi peluang strategis untuk mendiversifikasi sumber energi sekaligus memperkuat portofolio energi rendah karbonnya.

Dalam kesepakatan tersebut, kedua negara menandatangani tiga poin utama:

Perdagangan listrik bersih berbasis energi terbarukan,

Kolaborasi dalam carbon capture storage (CCS), dan

Pengembangan kawasan industri hijau bersama di Provinsi Kepulauan Riau.

Proyek Hijau di Batam, Bintan, dan Karimun

Dari pihak Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan pembaruan penting terkait kemajuan proyek tersebut. Ia menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan sejumlah wilayah potensial di Bintan, Batam, dan Karimun (Kepri) sebagai pusat pengembangan kawasan industri hijau yang mendukung kegiatan ekspor listrik bersih ke Singapura.

“Sudah tentu ekspor listrik ini saling menguntungkan. Jangan ada satu negara yang merasa lebih hebat daripada negara lain, kita saling menguntungkan,” ujar Bahlil dalam Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025.

Bahlil menambahkan, kedua pemerintah kini tengah melakukan pembahasan mendalam terkait mekanisme dan regulasi di masing-masing negara agar pelaksanaan proyek berjalan sesuai aturan yang berlaku.

“Sekarang tinggal kita lagi dalam pembahasan terkait dengan mekanismenya dan kedua negara menghargai aturan di masing-masing negara,” jelasnya.

Kesepakatan ini diharapkan membuka babak baru hubungan ekonomi bilateral yang tidak lagi sekadar berbasis perdagangan barang, tetapi juga kolaborasi teknologi dan keberlanjutan energi.

Menuju Konektivitas Energi ASEAN yang Terintegrasi

Selain kerja sama bilateral dengan Indonesia, Singapura juga melihat proyek ini sebagai bagian dari agenda yang lebih luas: interkonektivitas energi kawasan ASEAN.

Menteri Tan See Leng menegaskan, masa depan energi bagi Singapura dan kawasan tidak bisa dicapai melalui isolasi, melainkan lewat keterhubungan lintas batas.

“Masa depan bagi kita tidak terletak pada isolasi tetapi pada interkoneksi. Jadi, apakah itu melalui aliran elektron atau molekul, kita harus menjalin hubungan energi yang lebih kuat dengan kawasan dan sekitarnya,” ungkapnya.

Pernyataan tersebut juga menyinggung peran sentral ASEAN Power Grid (APG), proyek besar yang diinisiasi untuk menghubungkan sistem kelistrikan antarnegara di Asia Tenggara.

Menurut Tan, APG menjadi kunci untuk membuka potensi energi terbarukan kawasan yang sangat besar. Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), potensi energi surya dan angin di kawasan ASEAN bahkan melebihi 20 terawatt, belum termasuk sumber daya lain seperti hidro dan panas bumi.

Dengan adanya interkoneksi tersebut, pasokan listrik dapat diatur secara dinamis — memanfaatkan tenaga air atau angin saat musim hujan ketika tenaga surya menurun, dan sebaliknya. Hal ini akan membantu menciptakan sistem energi yang lebih stabil, terdiversifikasi, dan rendah karbon.

Kolaborasi Strategis Menuju Masa Depan Hijau ASEAN

Kolaborasi energi antara Indonesia dan Singapura mencerminkan visi yang sama: menciptakan masa depan energi yang lebih hijau, inklusif, dan berkelanjutan di kawasan.

Indonesia, dengan cadangan energi terbarukannya yang besar, memiliki posisi strategis sebagai pemasok energi hijau utama di ASEAN. Sementara Singapura membawa kekuatan pada sisi teknologi, investasi, dan inovasi.

Dengan sinergi tersebut, kedua negara diharapkan tidak hanya memperkuat ketahanan energi masing-masing, tetapi juga menjadi model kerja sama lintas batas dalam mendukung transisi energi global.

Sebagaimana ditegaskan oleh Tan See Leng, kerja sama ini bukan semata soal perdagangan listrik, tetapi tentang membangun masa depan energi regional yang saling terhubung dan berkelanjutan.

Terkini