JAKARTA - Kesehatan mata anak sering kali bukan prioritas utama di tengah kesibukan keluarga modern. Padahal, masalah penglihatan bisa berdampak langsung pada prestasi belajar dan perkembangan sosial anak.
Banyak anak menunjukkan gejala awal gangguan mata yang sayangnya luput dari perhatian orang tua. Mereka sering dianggap malas belajar atau kurang fokus, padahal bisa jadi mereka tidak bisa melihat dengan jelas.
Ketika anak tidak mampu melihat tulisan di papan atau layar dengan baik, proses belajarnya pun terganggu. Jika dibiarkan terlalu lama, kondisi ini bisa memengaruhi kepercayaan diri dan perkembangan akademik mereka.
Penting bagi orang tua untuk mengenali tanda-tanda gangguan penglihatan sedini mungkin. Pemeriksaan rutin bisa menjadi langkah pencegahan yang sangat berarti untuk masa depan anak.
Gejala Umum yang Sering Dianggap Hal Sepele
Anak yang mulai kesulitan melihat biasanya mengalami penurunan konsentrasi di kelas atau saat belajar. Perubahan ini tidak selalu disadari karena anak mungkin tidak mampu menjelaskan apa yang dirasakannya.
Mereka cenderung terlihat tidak fokus, mudah bosan, atau tidak tertarik mengikuti pelajaran. Dalam jangka panjang, hal ini bisa membuat nilai akademik menurun drastis dibandingkan teman sebayanya.
Seringkali, anak yang memiliki gangguan refraksi akan memegang gawai sangat dekat ke wajahnya. Hal ini menjadi cara mereka menyesuaikan jarak pandang agar gambar atau tulisan terlihat lebih jelas.
Rabun jauh (miopia) merupakan salah satu gangguan paling umum yang menyebabkan kondisi ini. Tanpa kacamata atau koreksi visual, anak hanya bisa nyaman melihat dari jarak dekat saja.
Beberapa anak juga menunjukkan kebiasaan sering menggosok mata meskipun tidak ada debu atau iritasi jelas. Tindakan ini bisa menjadi respon tubuh terhadap mata yang lelah atau terganggu penglihatannya.
Jika tidak segera ditangani, kebiasaan ini bisa membuat iritasi semakin parah. Mata yang bekerja terlalu keras juga bisa memicu keluhan tambahan seperti sakit kepala.
Anak-anak mungkin mulai sering mengeluh nyeri di sekitar mata atau kepala terutama setelah membaca atau menatap layar lama. Rasa sakit ini berasal dari ketegangan otot mata yang terus dipaksa bekerja keras.
Ada pula yang menyipitkan mata saat berusaha membaca atau melihat objek jauh. Ini adalah tanda klasik dari gangguan refraksi karena otot mata mencoba menyesuaikan fokus.
Kebiasaan Tak Biasa Bisa Jadi Sinyal Bahaya
Beberapa anak juga menunjukkan tanda lain seperti menutup satu mata saat melihat atau memiringkan kepala. Pola ini menunjukkan adanya ketidaksejajaran mata atau masalah penglihatan satu sisi yang lebih buruk.
Kondisi seperti ambliopia atau yang dikenal sebagai mata malas bisa menjadi penyebabnya. Jika tidak segera mendapat terapi, salah satu mata bisa berkembang lebih buruk daripada yang lain.
Sayangnya, tak semua anak berani bercerita bahwa penglihatannya terganggu. Banyak yang memilih diam karena takut dimarahi atau dianggap berbeda oleh teman-temannya.
Inilah sebabnya orang tua harus lebih peka terhadap perubahan perilaku anak. Seringkali, anak yang pendiam justru menyimpan keluhan kesehatan yang cukup serius.
Dr. Jay Goyal, seorang ahli bedah mata sekaligus direktur di RS Mata Surya Mumbai, mengungkapkan bahwa masalah penglihatan pada anak bukan hal sepele. “Banyak dari mereka memiliki masalah refraksi seperti rabun jauh, rabun dekat, atau astigmatisme, yang membuat mereka sulit melihat dengan jelas di kelas,” jelasnya pada 4 September 2025.
Ia menambahkan bahwa akibat gangguan tersebut, banyak anak yang akhirnya tidak mampu berprestasi secara maksimal di sekolah. Mereka kalah bersaing karena keterbatasan penglihatan yang tidak pernah diperiksa.
Periksa Mata Anak Rutin Tanpa Menunggu Keluhan
Di banyak negara berkembang, termasuk India, sekitar 34 persen anak sekolah diketahui mengalami gangguan mata tanpa disadari. Mereka tidak mengetahui bahwa penglihatan mereka berbeda dari anak-anak lain karena tidak pernah diperiksa sejak dini.
Ini menjadi alarm penting bagi semua orang tua agar tidak menunda pemeriksaan mata rutin pada anak. Deteksi dini bisa mencegah berbagai gangguan belajar serta mengurangi risiko kerusakan penglihatan permanen.
Pemeriksaan tahunan sebaiknya dilakukan meskipun anak tidak mengeluh apa pun. Dengan kemajuan teknologi dan kebiasaan anak yang banyak berinteraksi dengan layar, risiko gangguan mata semakin tinggi.
Menurut Dr. Jay, tren penggunaan gadget sejak usia dini memperburuk risiko tersebut. “Dengan meningkatnya paparan gawai dan aktivitas dekat jarak pandang pada anak-anak, perhatian lebih terhadap kesehatan mata sangat diperlukan,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa gejala gangguan mata tak boleh diabaikan hanya karena anak masih kecil. “Pemeriksaan sejak dini bukan hanya melindungi penglihatan anak, tetapi juga mendukung prestasi belajar mereka,” lanjutnya.
Tidak ada salahnya berkonsultasi dengan dokter mata saat anak mulai menunjukkan gejala-gejala tak biasa. Lebih baik bertindak lebih awal daripada menyesal di kemudian hari karena telat mendeteksi masalah serius.