Irigasi Air Tanah Jadi Kunci Ketahanan Pangan Nasional

Senin, 06 Oktober 2025 | 14:16:34 WIB
Irigasi Air Tanah Jadi Kunci Ketahanan Pangan Nasional

JAKARTA - Pemerintah terus memperluas pembangunan Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT) sebagai solusi strategis untuk memperkuat ketahanan pangan di daerah-daerah tadah hujan, seperti Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Langkah ini menjadi bagian penting dari upaya menghadapi tantangan iklim kering, keterbatasan air permukaan, serta untuk mendukung produktivitas pertanian secara berkelanjutan.

Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menegaskan bahwa pembangunan jaringan irigasi air tanah bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan investasi jangka panjang untuk mewujudkan kemandirian pangan masyarakat lokal.

“Kita sudah komit bersama Ibu Bupati untuk seluruh area Gunungkidul yang memiliki potensi air tanah memadai, kita akan bantu bangun beberapa titik tambahan jaringan irigasi air tanah secara bertahap, sekaligus memperhatikan kebutuhan jalan usaha tani agar akses petani ke lahan juga semakin mudah,” ujar Dody dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Minggu.

Gunungkidul Jadi Model Pemanfaatan Air Tanah

Kabupaten Gunungkidul selama ini dikenal sebagai wilayah dengan curah hujan terbatas dan kondisi geografis karst yang membuat air permukaan sulit tertampung. Karena itu, daerah ini menjadi lokasi prioritas penerapan JIAT sebagai model percontohan pengelolaan air tanah untuk mendukung sektor pertanian.

Salah satu lokasi penerima manfaat adalah Dukuh Bulak Blimbing, Kelurahan Karangrejek, Kapanewon Wonosari, yang kini merasakan dampak nyata dari keberadaan JIAT.

Program pembangunan JIAT di wilayah ini menjadi wujud nyata komitmen pemerintah dalam memastikan setiap tetes air memberi manfaat maksimal bagi masyarakat pertanian.

Dibiayai APBN, Manfaatkan Teknologi Pompa Dalam

Pembangunan infrastruktur JIAT Blimbing bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan nilai investasi sebesar Rp578 juta. Infrastruktur ini mencakup saluran sepanjang 172 meter dengan cakupan layanan lahan pertanian seluas 14,5 hektar.

JIAT Blimbing memanfaatkan teknologi pompa air tanah dari sumur dalam sedalam 100 meter, serta dilengkapi jaringan distribusi sepanjang 4,67 km. Sistem ini didukung rumah genset dan panel pompa untuk menjaga suplai air stabil dengan debit 30 liter per detik.

Dampaknya terasa signifikan: keberadaan JIAT mampu meningkatkan Luas Tambah Tanam (LTT) hingga 32 hektar, sehingga petani kini dapat menanam lebih dari sekali dalam setahun meski berada di wilayah tadah hujan.

Transformasi Daerah Tadah Hujan Jadi Kawasan Produktif

Menteri Dody menegaskan bahwa pembangunan jaringan irigasi air tanah merupakan langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap musim hujan.

“Ke depan, kita ingin Gunungkidul tidak lagi bergantung sepenuhnya pada hujan. Secara perlahan, seluruh wilayah akan berubah menjadi kawasan yang produktif,” kata Dody.

Dengan sistem irigasi yang berkelanjutan, lahan-lahan yang selama ini tidak tergarap optimal kini berpotensi menjadi sentra produksi pertanian baru. Ini diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan daerah, mengurangi risiko gagal panen akibat kekeringan, serta meningkatkan kesejahteraan petani.

Kelanjutan Program Sejak 1980-an

Pembangunan jaringan irigasi air tanah di Gunungkidul bukan hal baru. Sejak tahun 1980-an, sudah terdapat sekitar 40 jaringan irigasi air tanah yang dibangun di wilayah tersebut. Proyek-proyek baru seperti di Blimbing merupakan bentuk kesinambungan program Kementerian PU, khususnya melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, dalam memanfaatkan potensi air bawah tanah.

Dengan pengalaman panjang ini, Gunungkidul menjadi contoh nyata bagaimana teknologi air tanah dapat menjadi solusi adaptif terhadap perubahan iklim dan keterbatasan sumber daya air permukaan.

Sinergi Infrastruktur dan Akses Jalan Tani

Selain membangun infrastruktur irigasi, Kementerian PU juga memperhatikan aspek konektivitas, seperti jalan usaha tani yang memudahkan petani mengakses lahan dan mengangkut hasil panen. Sinergi antara irigasi dan infrastruktur jalan ini penting untuk menciptakan ekosistem pertanian yang produktif dan efisien.

Dengan akses yang lebih baik, distribusi hasil panen ke pasar dapat berlangsung lebih lancar, sehingga memberi nilai tambah bagi petani lokal.

Dampak Ekonomi dan Sosial Jangka Panjang

Pembangunan JIAT diproyeksikan tidak hanya meningkatkan produksi pertanian, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Ketika lahan-lahan tadah hujan dapat ditanami secara intensif, maka produktivitas meningkat, pendapatan petani naik, dan ketergantungan terhadap pasokan pangan luar daerah berkurang.

Selain itu, keberadaan sistem irigasi yang handal juga dapat menarik investasi pertanian dan agribisnis, membuka lapangan kerja baru, serta memperkuat daya saing daerah dalam sektor pangan.

Strategi Nasional Ketahanan Pangan di Tengah Perubahan Iklim

Langkah memperluas JIAT sejalan dengan strategi nasional menghadapi perubahan iklim, di mana sektor pertanian menjadi salah satu yang paling terdampak. Daerah tadah hujan seperti Gunungkidul berpotensi menjadi contoh penerapan teknologi air tanah yang bisa direplikasi di wilayah lain dengan kondisi serupa.

Melalui pendekatan ini, pemerintah ingin memastikan bahwa meski curah hujan menurun atau tidak merata, produktivitas pertanian tetap terjaga.

Terkini