Harga Minyak Mentah Dunia Naik Akibat Pemangkasan Produksi OPEC

Selasa, 09 September 2025 | 09:54:04 WIB
Harga Minyak Mentah Dunia Naik Akibat Pemangkasan Produksi OPEC+

JAKARTA – Pasar minyak global kembali bergejolak. Harga minyak dunia menguat pada perdagangan Senin, 9 September 2025, setelah sempat melemah tajam di akhir pekan lalu. Faktor utama kenaikan ini adalah keputusan OPEC+ yang hanya menambah produksi dalam jumlah lebih kecil dari perkiraan, serta munculnya kekhawatiran sanksi baru Amerika Serikat terhadap Rusia.

Penguatan harga minyak memberikan sinyal bahwa pasar energi masih rentan terhadap sentimen geopolitik maupun kebijakan produksi negara pengekspor. Meski jumlah kenaikan harga terlihat moderat, pergerakan ini menegaskan adanya ketidakpastian arah pasokan minyak ke depan.

Minyak Brent dan WTI Kembali Menguat

Harga minyak mentah Brent ditutup naik 52 sen atau 0,79 persen menjadi USD 66,02 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat juga menguat 39 sen atau 0,63 persen ke level USD 62,26 per barel.

Padahal pada Jumat sebelumnya, kedua acuan harga minyak ini sempat jatuh lebih dari dua persen. Koreksi tersebut dipicu oleh laporan tenaga kerja Amerika Serikat yang mengecewakan, sehingga memunculkan kekhawatiran permintaan energi akan melemah. Dalam hitungan mingguan, Brent dan WTI bahkan mencatat penurunan lebih dari tiga persen.

Lonjakan harga awal pekan ini menunjukkan pasar sedang mencari keseimbangan baru. Investor cenderung merespons cepat setiap perubahan kebijakan produksi maupun perkembangan geopolitik internasional.

Produksi OPEC+ Tambah Secara Moderat

OPEC+, gabungan negara anggota OPEC bersama Rusia dan sekutunya, memutuskan menambah produksi mulai Oktober mendatang. Namun, jumlah tambahan pasokan ini hanya sekitar 137 ribu barel per hari.

Kenaikan itu jauh lebih kecil dibandingkan penambahan sebelumnya yang mencapai 555 ribu barel per hari pada Agustus–September, serta 411 ribu barel per hari pada Juni–Juli.

Reaksi pasar terhadap keputusan ini cukup cepat. Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank, menilai investor sebelumnya sudah bereaksi berlebihan terhadap isu peningkatan produksi. “Pasar telah bertindak terlalu cepat terkait kenaikan produksi OPEC+ ini. Hari ini kita melihat reaksi klasik: jual rumor, beli fakta,” ujarnya.

Meski ada tambahan pasokan, dampaknya diperkirakan tidak terlalu signifikan. Beberapa anggota OPEC+ sudah memproduksi lebih dari kuota yang ditetapkan, sehingga peningkatan resmi tersebut kemungkinan hanya mencakup pasokan yang sudah beredar di pasar.

Sanksi Baru AS ke Rusia

Selain keputusan OPEC+, faktor geopolitik juga berperan besar dalam penguatan harga minyak. Ekspektasi adanya sanksi baru Amerika Serikat terhadap Rusia membuat pasar bersiap menghadapi potensi pengurangan pasokan.

“Ekspektasi akan pasokan yang lebih ketat akibat potensi sanksi baru AS terhadap Rusia juga memberikan dukungan,” kata analis Fujitomi Securities, Toshitaka Tazawa.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan kesiapannya melanjutkan tahap kedua sanksi terhadap Rusia serta negara pembeli minyaknya terkait perang di Ukraina. Menurut Frederic Lasserre, Kepala Riset Energi di Gunvor, langkah ini bisa mengganggu aliran minyak mentah global, mengingat Rusia masih menjadi salah satu pemasok utama dunia.

Situasi ini memperkuat persepsi pasar bahwa ketersediaan minyak mentah bisa tertekan dalam waktu dekat.

Prediksi Pasar ke Depan

Di tengah ketidakpastian, lembaga keuangan besar tetap mencoba memberikan proyeksi. Goldman Sachs dalam catatan akhir pekan lalu menyebutkan bahwa pada tahun 2026 kemungkinan akan terjadi surplus minyak sedikit lebih besar. Hal itu didorong oleh peningkatan produksi dari Amerika Serikat yang mampu mengimbangi penurunan pasokan dari Rusia.

Meski demikian, bank investasi tersebut tetap mempertahankan proyeksi harga rata-rata minyak Brent dan WTI untuk tahun 2025. Sementara untuk tahun 2026, Goldman Sachs memperkirakan harga rata-rata masing-masing berada di level USD 56 per barel untuk Brent dan USD 52 per barel untuk WTI.

Prediksi ini menunjukkan bahwa meski harga minyak saat ini fluktuatif, pasar global cenderung melihat tren penyesuaian ke depan dengan mempertimbangkan suplai dari Amerika serta dampak sanksi terhadap Rusia.

Pasar Energi Masih Rentan

Kombinasi faktor produksi OPEC+, sanksi geopolitik, hingga tren ekonomi global membuat harga minyak dunia bergerak dinamis. Tambahan produksi yang relatif kecil tidak cukup untuk meredam kekhawatiran pasokan. Sebaliknya, isu geopolitik seperti sanksi terhadap Rusia berpotensi menciptakan gejolak baru.

Kondisi ini membuat pelaku pasar tetap berhati-hati. Harga minyak yang kembali naik pada awal pekan September 2025 hanyalah bagian dari siklus jangka pendek. Dalam jangka menengah, pasar masih menunggu kepastian arah kebijakan OPEC+, perkembangan perang Rusia–Ukraina, serta data ekonomi utama di Amerika dan Asia.

Kenaikan harga minyak dunia pada Senin, 9 September 2025, menjadi respons langsung atas tambahan produksi OPEC+ yang lebih kecil dari perkiraan, serta kekhawatiran sanksi baru AS terhadap Rusia. Brent ditutup di USD 66,02 per barel dan WTI di USD 62,26 per barel. Meski ada tambahan pasokan, dampaknya terbatas karena sebagian negara anggota sudah memproduksi melebihi kuota. Faktor geopolitik tetap menjadi penopang utama harga, sementara proyeksi jangka panjang memperkirakan surplus pada 2026 seiring peningkatan produksi Amerika Serikat.

Terkini

Batik Kekinian Jadi Pilihan Fashion Anak Muda

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:50 WIB

Kolaborasi Cerdas Dorong Kemandirian Industri Alkes

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:43 WIB

Pilihan Olahraga Lari Dan Jalan Kaki Tepat

Selasa, 09 September 2025 | 16:51:52 WIB

Live Streaming Pertandingan Voli Divisi Utama Hari Ini

Selasa, 09 September 2025 | 16:51:50 WIB

5 Pemain Asia Gemilang Raih Gelar Bergengsi Liga Inggris

Selasa, 09 September 2025 | 16:51:48 WIB