Rabu, 17 Desember 2025

Penundaan Cukai Minuman Berpemanis Dinilai Jadi Nafas Tambahan Industri Minuman Nasional

Penundaan Cukai Minuman Berpemanis Dinilai Jadi Nafas Tambahan Industri Minuman Nasional
Penundaan Cukai Minuman Berpemanis Dinilai Jadi Nafas Tambahan Industri Minuman Nasional

JAKARTA - Pelaku usaha di sektor industri minuman menilai keputusan pemerintah menunda penerapan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sebagai langkah yang memberi ruang bernapas bagi industri. Kebijakan ini dianggap relevan di tengah kondisi ekonomi dan kinerja sektor Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) yang belum sepenuhnya pulih.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa pemerintah belum akan memberlakukan pungutan cukai MBDK dalam waktu dekat. Pemerintah baru akan menjalankan kebijakan tersebut ketika pertumbuhan ekonomi nasional mampu menembus level di atas 6%.

Keputusan ini langsung mendapat respons positif dari pelaku industri minuman yang selama ini menghadapi tekanan penjualan. Penundaan tersebut dinilai memberi kesempatan bagi industri untuk menjaga stabilitas usaha dan tenaga kerja.

Baca Juga

Target Swasembada Papua Dipercepat, Cetak Sawah dan Sagu Jadi Andalan

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Triyono Prijosoesilo menyatakan penundaan cukai MBDK patut diapresiasi. Menurutnya, kebijakan ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang saling berkaitan.

Triyono menilai bahwa dari sisi momentum, kondisi industri FMCG, khususnya minuman, memang masih dalam tekanan. Ia menegaskan bahwa penerapan cukai di tengah situasi seperti ini berpotensi memperberat kinerja pelaku usaha.

Kinerja Industri Masih Tertekan

Dari sisi volume penjualan, Triyono mengungkapkan bahwa pertumbuhan industri minuman hingga kuartal III-2025 masih sangat terbatas. Tingkat pertumbuhan hanya mencapai 1,8% dan belum menunjukkan pemulihan yang kuat.

Pertumbuhan tersebut, kata Triyono, sebagian besar ditopang oleh kategori Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Produk AMDK mencatat pertumbuhan sekitar 2,4% dan menjadi penopang utama industri minuman.

Sementara itu, kategori minuman lainnya justru menunjukkan tren yang kurang menggembirakan. Sejumlah produk minuman siap saji di luar AMDK masih mengalami penurunan penjualan.

Triyono menjelaskan bahwa kondisi ini berlangsung hingga kuartal ketiga tahun 2025. Situasi tersebut membuat wacana penerapan cukai MBDK dinilai belum tepat untuk dijalankan saat ini.

"Kategori minuman siap saji lainnya masih mengalami pertumbuhan negatif sampai dengan kuartal ketiga, sehingga penundaan wacana cukai MBDK tepat," kata Triyono.

Ia menambahkan bahwa fokus utama industri saat ini adalah menjaga keberlangsungan usaha. Upaya pemulihan membutuhkan dukungan kebijakan yang adaptif terhadap kondisi lapangan.

Menurut Triyono, penundaan cukai memberi ruang bagi industri untuk memperbaiki kinerja secara bertahap. Tanpa tekanan tambahan, industri diharapkan mampu menjaga stabilitas produksi dan distribusi.

Cukai Dinilai Kurang Efektif Tekan PTM

Selain faktor kinerja industri, Triyono juga menyoroti efektivitas cukai MBDK dalam menekan risiko Penyakit Tidak Menular (PTM). Ia menilai pungutan tersebut tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap pengendalian PTM.

Triyono merujuk pada hasil studi yang menunjukkan kontribusi MBDK terhadap konsumsi kalori masyarakat relatif kecil. MBDK disebut hanya menyumbang sekitar 6,5% dari total konsumsi kalori per kapita di Indonesia.

Dengan porsi tersebut, Triyono menilai bahwa minuman berpemanis bukan sumber utama risiko PTM. Oleh karena itu, kebijakan yang menyasar MBDK dianggap kurang tepat sasaran.

"Pemerintah perlu jujur melihat bahwa sumber risiko terbesar PTM bukan di produk minuman berpemanis, sehingga perlu kebijakan yang lebih tepat sasaran," ungkap Triyono.

Ia menilai bahwa pendekatan kebijakan seharusnya mempertimbangkan data konsumsi secara menyeluruh. Dengan begitu, upaya pengendalian PTM bisa lebih efektif dan berimbang.

Berdasarkan asumsi tersebut, Triyono melihat bahwa penerapan cukai MBDK justru berpotensi menimbulkan dampak negatif. Dampak tersebut dapat dirasakan baik oleh industri maupun masyarakat luas.

Dari sisi industri, penerapan cukai dinilai akan menurunkan kinerja usaha. Penurunan ini dapat berdampak pada daya serap tenaga kerja di sektor makanan dan minuman.

Triyono juga mengingatkan potensi terjadinya deindustrialisasi. Tekanan biaya tambahan akibat cukai dapat membuat industri kehilangan daya saing.

Dampak Ganda bagi Industri dan Konsumen

Dampak negatif kedua yang disoroti Triyono adalah terkait tujuan penurunan prevalensi PTM. Ia menilai bahwa sekalipun cukai MBDK diterapkan, angka PTM tidak akan otomatis menurun.

Triyono menjelaskan bahwa asumsi kenaikan harga akibat cukai tidak selalu berbanding lurus dengan perubahan perilaku konsumsi. Konsumen bisa saja beralih ke sumber kalori lain yang tidak lebih sehat.

"Apabila diharapkan penerapan cukai akan menaikkan harga jual produk MBDK, sehingga menurunkan penjualannya dan akan dapat menurunkan tingkat PTM, maka kebijakan tersebut pasti akan gagal," ungkap Triyono.

Ia menegaskan bahwa kebijakan fiskal semata tidak cukup untuk mengubah pola konsumsi masyarakat. Diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.

Pandangan serupa juga disampaikan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman. Ia menilai bahwa cukai MBDK bukan instrumen yang paling tepat untuk mengatasi PTM.

Adhi menekankan pentingnya peran edukasi dalam membangun kesadaran konsumen. Menurutnya, perubahan perilaku lebih efektif dicapai melalui pemahaman, bukan semata-mata tekanan harga.

Ia menyebut bahwa pemerintah dan pelaku industri perlu berjalan bersama. Kolaborasi dinilai menjadi kunci dalam menciptakan pola konsumsi yang lebih sehat.

"Perlu edukasi ke konsumen, dan kami siap berkolaborasi dengan Pemerintah untuk Gerakan Edukasi Nasional. Produsen juga terus berupaya reformulasi untuk menurunkan kadar gula dalam produk. Ini juga mengedukasi dan melatih kebiasaan makan-minum, melatih lidah untuk beradaptasi secara gradual," kata Adhi.

Tantangan dan Prospek Industri ke Depan

Adhi memandang bahwa prospek industri makanan dan minuman masih cukup optimistis. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa pelaku usaha tetap harus bersikap waspada.

Sejumlah tantangan eksternal masih membayangi industri. Faktor geopolitik dan perubahan iklim disebut dapat kembali menekan kinerja sektor ini.

Menurut Adhi, gejolak geopolitik berpotensi memengaruhi harga bahan baku. Selain itu, rantai pasok dan logistik juga bisa terganggu.

Perubahan iklim turut menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan. Ketersediaan bahan baku serta harga energi dapat terdampak oleh kondisi cuaca ekstrem.

Di tengah tantangan tersebut, Adhi menilai bahwa pengenaan cukai justru dapat memperlemah posisi industri. Daya saing produk nasional dikhawatirkan semakin tergerus.

Ia menegaskan bahwa beban tambahan dari cukai tidak sejalan dengan tujuan pengendalian PTM. Industri justru menghadapi tekanan ganda tanpa solusi kesehatan yang jelas.

"Daya saing produk akan semakin jelek, sementara PTM tidak teratasi," tandas Adhi.

Dengan penundaan penerapan cukai MBDK, pelaku industri berharap ada ruang dialog yang lebih luas. Kebijakan ke depan diharapkan mampu menyeimbangkan kepentingan kesehatan masyarakat dan keberlangsungan industri.

Nathasya Zallianty

Nathasya Zallianty

indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Harga Pangan Terkini: Cabai dan Telur Naik Signifikan di Pasar Nasional Desember 2025

Harga Pangan Terkini: Cabai dan Telur Naik Signifikan di Pasar Nasional Desember 2025

Hilirisasi Investasi Nasional Dorong Kesempatan Usaha Bagi Penyandang Disabilitas

Hilirisasi Investasi Nasional Dorong Kesempatan Usaha Bagi Penyandang Disabilitas

Indonesia Siap Terapkan Regulasi AI, Perpres Ditargetkan Ditandatangani Awal 2026

Indonesia Siap Terapkan Regulasi AI, Perpres Ditargetkan Ditandatangani Awal 2026

Target Swasembada Papua Dipercepat, Cetak Sawah dan Sagu Jadi Andalan

Target Swasembada Papua Dipercepat, Cetak Sawah dan Sagu Jadi Andalan

Presiden Prabowo Resmikan Kenaikan Upah Minimum Baru dengan Formula Inflasi Plus Alfa

Presiden Prabowo Resmikan Kenaikan Upah Minimum Baru dengan Formula Inflasi Plus Alfa