
JAKARTA - Di tengah derasnya arus kuliner modern yang terus berkembang, keberadaan makanan tradisional sering kali menjadi jembatan rasa yang menghubungkan masa lalu dan masa kini.
Salah satu contohnya adalah geplak, camilan manis khas dari Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang masih bertahan hingga hari ini sebagai ikon rasa sekaligus identitas budaya.
Dibuat dari bahan sederhana seperti kelapa parut dan gula, geplak bukan sekadar suguhan manis, tapi juga simbol adaptasi dan kreativitas masyarakat lokal sejak berabad-abad lalu.
Baca Juga
Geplak dikenal luas berkat tampilannya yang mencolok dan penuh warna. Warna-warna cerah seperti merah muda, putih, kuning, dan hijau membuatnya langsung menarik perhatian, apalagi ketika dijajakan di sentra oleh-oleh atau pasar tradisional di Jogja.
Tak heran jika banyak wisatawan menjadikannya buah tangan khas yang menggoda, terutama saat musim liburan dan momen Lebaran tiba.
Geplak, Cita Rasa Kelapa dan Gula yang Legendaris
Bahan utama geplak sangat sederhana: kelapa parut dan gula, baik gula pasir maupun gula jawa. Kombinasi ini menghasilkan rasa manis legit yang langsung melekat di ingatan sejak gigitan pertama.
Bentuk geplak umumnya bulat pipih, bertekstur kenyal, dan terasa lembut di mulut. Manisnya berasal dari kelapa segar yang dimasak bersama gula hingga mengental, lalu diberi pewarna atau perasa sebelum dibentuk dan didinginkan.
Di balik tampilannya yang sederhana, geplak menyimpan cerita panjang. Camilan ini telah dikenal sejak abad ke-19, ketika daerah Bantul memiliki perkebunan kelapa dan tebu yang melimpah. Keberadaan dua bahan utama tersebut menjadikan geplak sebagai produk rumahan yang mudah dibuat dan dikembangkan.
Dari Makanan Pokok Hingga Oleh-Oleh Kebanggaan
Pada masa-masa sulit seperti paceklik atau kekurangan pangan, geplak bahkan pernah berperan sebagai makanan pokok pengganti nasi. Dengan bahan yang mudah didapat dan mengenyangkan, geplak menjadi alternatif sumber energi masyarakat di masa itu.
Cerita ini menunjukkan bagaimana makanan tradisional seperti geplak tidak hanya soal rasa, tapi juga bagian dari sejarah daya tahan dan kreativitas masyarakat lokal.
Eksistensi geplak tak berhenti di dapur rumah tangga. Pada tahun 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menetapkan geplak sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Pengakuan ini memperkuat posisi geplak sebagai bagian dari kekayaan budaya Nusantara yang layak dijaga dan dilestarikan.
Sentra Produksi Geplak Masih Bertahan
Meski zaman terus berubah, geliat produksi geplak tetap hidup di Bantul. Dua sentra utama, yakni Dusun Piring dan Jonggrangan, masih menjadi pusat UMKM yang menjaga tradisi pembuatan geplak secara turun-temurun.
Pelaku usaha di daerah ini terus mempertahankan cita rasa asli sekaligus berinovasi agar geplak tetap relevan dengan selera pasar masa kini.
Proses pembuatan geplak memang tidak rumit, tapi memerlukan ketelatenan. Kelapa parut segar dimasak bersama gula hingga menjadi adonan lengket, lalu ditambahkan pewarna atau perasa. Setelah itu, adonan dibentuk menjadi bulatan pipih, dibiarkan mengeras, dan siap dikemas.
Inovasi juga turut hadir dalam hal rasa. Selain rasa original yang manis legit, kini geplak hadir dalam varian baru seperti rasa coklat, durian, nangka, dan jahe. Semua inovasi tersebut tetap mempertahankan rasa dasar khas geplak, yakni manis kelapa dan aroma khas gula.
Tampilan Modern Tanpa Meninggalkan Tradisi
Seiring waktu, tampilan geplak pun ikut berkembang. Jika dulu dikemas sederhana, kini geplak banyak dijual dengan kemasan yang lebih modern dan menarik. Meski demikian, banyak produsen masih mempertahankan penggunaan besek atau wadah anyaman bambu sebagai pembungkus, guna menjaga nuansa tradisional dan memberi nilai tambah estetis.
Keunikan geplak bukan hanya dari rasanya yang manis, tetapi juga dari warnanya yang ceria. Hal ini membuat geplak tidak hanya menarik dari sisi rasa, tetapi juga secara visual. Banyak pembeli, khususnya wisatawan, tertarik karena tampilannya yang fotogenik dan khas.
Didukung Pemerintah dan Komunitas Lokal
Pemerintah daerah turut andil menjaga keberlangsungan geplak. Dukungan diberikan dalam bentuk pelatihan UMKM, pendampingan produksi, serta lomba inovasi geplak untuk mengembangkan varian baru. Hal ini memberikan semangat baru bagi pelaku usaha sekaligus membuka peluang pasar yang lebih luas.
Geplak kini bukan lagi sekadar oleh-oleh nostalgia, tetapi telah menjadi simbol bagaimana kuliner tradisional bisa terus bertahan dan bertransformasi. Di tengah gempuran makanan kekinian, geplak hadir sebagai pengingat akan akar budaya dan kekayaan rasa lokal yang tak lekang oleh zaman.
Lebih dari Sekadar Makanan
Lebih dari sekadar camilan manis, geplak adalah representasi nilai-nilai lokal: kebersamaan, ketahanan, dan kecintaan terhadap alam. Masyarakat Bantul tidak hanya mewariskan resep, tetapi juga filosofi hidup yang tercermin dalam proses pembuatan geplak dari memilih kelapa terbaik, mengolahnya dengan tangan sendiri, hingga menjajakan ke pasar dan wisatawan.
Melalui geplak, generasi muda diajak mengenal lebih dalam warisan kuliner yang tak hanya memanjakan lidah, tapi juga menyimpan sejarah panjang perjuangan dan adaptasi masyarakat. Tidak berlebihan jika geplak disebut sebagai “manisan warisan” manis dari rasa, dan manis pula dari makna.

Sindi
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
2.
Prabowo Ungkap Proyek Jip Nasional, Dana dan Pabrik Siap
- 21 Oktober 2025
3.
PAN Usul Pimpinan MPR Ikut Gunakan Mobil Maung
- 21 Oktober 2025
4.
Persiapan Haji 2026 Dikebut, Hanya Tersisa Enam Bulan
- 21 Oktober 2025
5.
17 Tempat Makan Dekat Stasiun Tugu Jogja 2025
- 21 Oktober 2025