_ke_level_baru.jpg)
JAKARTA - Prospek kinerja PT Timah Tbk. (TINS) semakin cerah memasuki akhir 2025. Perusahaan pelat merah ini diproyeksikan bakal menikmati dorongan ganda: lonjakan harga timah global dan kebijakan pemerintah yang memperketat penertiban tambang ilegal.
Kedua faktor tersebut diyakini akan menjadi pengungkit signifikan terhadap performa keuangan perseroan sekaligus prospek sahamnya di pasar modal.
Pada perdagangan Rabu 8 Oktober 2025, saham TINS ditutup melemah 3,32% di level Rp2.620 per saham. Namun secara keseluruhan, kinerja saham ini sudah mencatat kenaikan 141,47% sejak awal tahun (year-to-date/YtD), menandakan minat investor yang terus meningkat.
Baca Juga
Proyeksi Laba Direvisi Naik
Optimisme terhadap PT Timah turut tercermin dari hasil riset analis. Dua analis BRI Danareksa Sekuritas, Naura Reyhan Muchlis dan Nasrullah Putra Sulaeman, merevisi naik proyeksi laba perseroan untuk periode 2025 dan 2026.
Mereka juga mempertahankan rekomendasi beli dengan target harga Rp3.000 per saham.
Dalam laporan terbarunya, BRI Danareksa memperkirakan laba bersih TINS tahun 2025 akan mencapai Rp1 triliun, naik 19% dari estimasi sebelumnya. Lebih jauh, pada 2026 laba diprediksi melonjak drastis hingga Rp2,4 triliun atau naik 206%.
Revisi proyeksi ini didorong oleh dua asumsi utama: harga timah global yang lebih tinggi serta pemulihan produksi perusahaan.
Produksi Diproyeksikan Melonjak
Pemulihan produksi mulai diperkirakan pada kuartal IV/2025. Hal ini tak lepas dari pengawasan ketat pemerintah terhadap arus bijih timah dan penertiban aktivitas tambang ilegal.
“Pemulihan produksi diperkirakan mulai terlihat pada kuartal IV/2025, setelah pemerintah memperketat pengawasan arus bijih timah dan menertibkan kegiatan tambang ilegal,” tulis laporan BRI Danareksa.
Tahun ini, volume produksi TINS diproyeksikan hanya sekitar 15.000 metrik ton (MT), lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 22.000 MT dan masih jauh dari target Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang mencapai 30.000 MT.
Namun, outlook untuk 2026 jauh lebih cerah dengan perkiraan produksi melonjak ke 45.000 MT seiring meningkatnya penyerapan bijih legal.
Manajemen PT Timah bahkan menargetkan produksi jangka panjang bisa mencapai 80.000 MT, meski analis menilai angka tersebut masih aspiratif dan belum tercantum dalam RKAB saat ini.
Harga Timah Global Jadi Pengungkit
Selain pemulihan produksi, katalis utama lainnya datang dari kenaikan harga timah dunia. BRI Danareksa menaikkan asumsi harga jual rata-rata (ASP) timah menjadi US$32.000/ton pada 2025 dan US$30.000/ton pada 2026, masing-masing naik 10% dan 7% dari proyeksi sebelumnya.
Dengan asumsi harga baru tersebut, EBITDA 2026 diperkirakan mencapai Rp4 triliun, atau meningkat 49% dari perkiraan sebelumnya. Sementara biaya produksi (cash cost) tetap dijaga di kisaran US$20.000/ton, memberikan ruang margin yang lebih besar.
Dalam risetnya disebutkan, setiap kenaikan produksi 10.000 ton bisa mendongkrak laba bersih 2026 hingga 22%, sedangkan kenaikan harga timah sebesar US$2.000/ton berpotensi mendorong laba hingga 37%.
Tambahan Smelter dari Pemerintah
Dorongan tambahan juga datang dari kebijakan pemerintah. Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menyerahkan enam smelter hasil sitaan dari operator ilegal kepada PT Timah.
Aset senilai sekitar Rp7 triliun itu dinilai sebagai langkah strategis untuk memperluas kapasitas hilir perseroan sekaligus memperkuat kontrol negara atas rantai pasok timah nasional.
Menurut BRI Danareksa, penyerahan smelter tersebut menjadi katalis positif karena memungkinkan PT Timah mengoptimalkan pengolahan bijih legal, memperbesar kapasitas, dan menekan ketergantungan pada suplai dari penambangan liar.
Suspensi Saham dan Potensi Lanjutan
Meski fundamental dan prospeknya menguat, perjalanan saham TINS juga sempat diwarnai dinamika pasar.
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin 6 Oktober 2025 sempat melakukan suspensi perdagangan saham TINS. Keputusan itu diambil karena terjadi lonjakan harga saham kumulatif yang dinilai signifikan.
Namun, analis menilai penghentian sementara ini hanya bersifat teknis. Andreas Yordan Tarigan, analis Sucor Sekuritas, menilai ruang pertumbuhan saham TINS masih terbuka lebar.
Ia memperkirakan produksi perusahaan akan meningkat dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) sekitar 7% pada 2024–2026, didorong penguatan efisiensi operasional serta optimalisasi kuota produksi.
Pandangan Analis Lain
Optimisme juga datang dari analis Sinarmas Sekuritas, Inav Haria Chandra dan Kenny Shan, yang menilai prospek sektor timah secara keseluruhan tetap positif dalam jangka menengah.
Mereka melihat faktor kebijakan pemerintah, tren harga komoditas, serta penguatan struktur pasar sebagai kombinasi yang mendukung sektor ini, termasuk bagi PT Timah.
Kesimpulan: Momentum Baru untuk PT Timah
Meski saham TINS sempat mengalami koreksi harian, sentimen jangka panjang perusahaan justru semakin kuat.
Kombinasi antara pemulihan produksi berkat penertiban tambang ilegal dan kenaikan harga timah global dipandang sebagai katalis ganda yang akan mengangkat kinerja keuangan perseroan mulai kuartal IV/2025.
Dengan dukungan tambahan berupa aset smelter hasil sitaan serta revisi proyeksi laba dari para analis, PT Timah diposisikan sebagai salah satu emiten tambang dengan prospek pertumbuhan paling menjanjikan di Bursa Efek Indonesia.
Bagi investor, saham TINS kini tidak hanya mencerminkan potensi jangka pendek, tetapi juga momentum transformasi jangka panjang yang berlandaskan pada efisiensi, regulasi yang lebih kuat, serta tren harga komoditas global yang menguntungkan.

Muhammad Anan Ardiyan
indikatorbisnis.com adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Xavier Marks Dorong Perluasan Pasar Properti Indonesia
- 09 Oktober 2025
2.
Lelang Merchandise MotoGP Mandalika Hasilkan Rp63 Juta
- 09 Oktober 2025
3.
Optimisme Penerbitan Obligasi Multifinance Hingga Akhir Tahun
- 09 Oktober 2025
4.
Rupiah Bergerak Dinamis, Peluang Penguatan Masih Terbuka
- 09 Oktober 2025