Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) adalah hal yang perlu dipahami oleh karyawan tetap yang memiliki kewajiban sebagai wajib pajak.
Potongan ini merupakan kontribusi wajib yang diambil dari gaji atau upah yang diterima, bertujuan untuk mendukung pembangunan negara.
Sesuai ketentuan dalam undang-undang, setiap individu dengan penghasilan tetap memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban pajaknya.
Salah satu jenis pajak penghasilan yang berlaku untuk karyawan adalah PPh 21. Jika kamu ingin mengetahui cara perhitungannya, berikut penjelasannya. Berikut ini ulasan terkait Pajak Penghasilan Pasal 21 yang perlu diketahui.
Apa Itu Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)?
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri.
Penghasilan ini dapat berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, atau bentuk pembayaran lain yang terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh individu tersebut.
Berdasarkan Bab V Pasal 9 dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor PER-16/PJ/2016, dasar pengenaan dan pemotongan PPh 21 meliputi:
- Penghasilan kena pajak yang diterima oleh pegawai tetap, penerima pensiun berkala, serta pegawai tidak tetap dengan penghasilan bulanan lebih dari Rp4.500.000.
- Penghasilan harian yang melebihi Rp450.000.
- Sebanyak 50% dari penghasilan bruto untuk bukan pegawai sebagaimana diatur dalam Pasal 3 (c) PER-16/PJ/2016, yang menerima imbalan tidak bersifat berkesinambungan.
- Total penghasilan bruto yang berlaku untuk penerima penghasilan selain yang telah disebutkan sebelumnya.
Dalam Pasal 17 ayat 1, tarif PPh 21 dihitung secara progresif dengan kategori berikut:
- Penghasilan tahunan hingga Rp50 juta dikenai tarif 5%.
- Penghasilan tahunan Rp50 juta hingga Rp250 juta dikenai tarif 15%.
- Penghasilan tahunan Rp250 juta hingga Rp500 juta dikenai tarif 25%.
- Penghasilan tahunan di atas Rp500 juta dikenai tarif 30%.
- Wajib Pajak tanpa NPWP dikenai tarif 20% lebih tinggi dibandingkan dengan Wajib Pajak yang memiliki NPWP.
Ketentuan mengenai PPh 21 didasarkan pada sejumlah regulasi, di antaranya:
- Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 hingga Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak.
- Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan terkait pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.
- Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang Tarif PPh 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
- Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2010.
- Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016.
- Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016.
- Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.010/2016.
Elemen Potongan pada PPh 21
Sebagaimana pungutan pajak lainnya, dalam pembahasan mengenai PPh Pasal 21 juga terdapat sejumlah elemen penting yang harus diperhatikan.
Setiap elemen ini memiliki besaran potongan yang berbeda, sehingga perlu dikelompokkan berdasarkan kategori masing-masing. Berikut adalah elemen-elemen utama dalam perhitungan PPh Pasal 21 yang wajib dipahami.
1. Biaya Jabatan
Biaya jabatan adalah pengeluaran yang berkaitan dengan pekerjaan selama satu tahun pajak. Besarannya ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto tahunan, dengan batas maksimum Rp500 ribu per bulan atau Rp6 juta dalam setahun.
2. Biaya Pensiun
Untuk biaya pensiun, PPh Pasal 21 menetapkan besarannya sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan nilai maksimal Rp200 ribu per bulan atau Rp2,4 juta dalam satu tahun.
3. BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah lembaga hukum publik yang bertanggung jawab kepada presiden dalam menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional bagi seluruh warga negara Indonesia.
Sejak beroperasi pada tahun 2014, BPJS telah memberikan perlindungan kepada pekerja melalui empat program jaminan sosial ketenagakerjaan, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP).
Dalam konteks PPh Pasal 21, elemen BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan ini membebankan iuran bulanan kepada karyawan dengan rincian berikut:
- 2% untuk JHT
- 1% untuk JP
- 0,24% untuk JKK
- 0,3% untuk JK
4. Penghasilan Kena Pajak dan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah total penghasilan pekerja yang dikenakan PPh Pasal 21 setelah dikurangi dengan tunjangan karyawan, iuran BPJS, dan komponen lainnya.
Sementara itu, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan elemen penting yang berfungsi sebagai pengurang dari penghasilan bruto.
PTKP tidak dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Pajak No. PER-16/PJ/2016 dan PMK No. 101/PMK.010/2016.
Cara Menghitung PPh 21
Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung persentase PPh Pasal 21.
1. Cara Menghitung PPh 21 untuk Karyawan Tetap
Karyawan tetap didefinisikan sebagai individu yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara rutin, atau pegawai dengan status kontrak dalam periode waktu tertentu sesuai kesepakatan. Berikut contoh perhitungan PPh Pasal 21 untuk karyawan tetap:
Yaya adalah seorang karyawati di perusahaan ABC yang memiliki tiga anak. Suaminya bekerja sebagai pegawai di perusahaan DCE. Yaya memperoleh gaji sebesar Rp7 juta setiap bulan dan ikut serta dalam program pensiun serta BPJS kesehatan.
Perusahaan membayar iuran pensiun BPJS ketenagakerjaan sebesar 1% dari gaji, yaitu Rp70 ribu per bulan. Selain itu, perusahaan juga membayarkan iuran JHT sebesar 3,7% dari gaji, sedangkan Yaya sendiri membayar iuran JHT sebesar 2% per bulan.
Premi JKK dan JK yang dibayarkan oleh perusahaan masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji. Selain gaji pokok, Yaya juga menerima uang lembur senilai Rp2 juta.
Berdasarkan contoh ini, perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan menteri keuangan terkait pajak PPh 21.
Gaji pokok: Rp7.000.000
Tunjangan lain: Rp2.000.000
JKK 0,24%: 16.800
JK 0,38%: 21.000
Penghasilan bruto: 9.037.800
Pengurangan:
Biaya jabatan 5% x 9.037.00 = 451.890
Iuran JHT 2% gaji pokok = 140.000
Jaminan pensiun 1% gaji pokok = 70.000
Penghasilan neto (bersih) sebulan : 8.375.910
Penghasilan neto setahun 12 x 8.375.910 = 100.510.920
PTKP 54.000.000
Penghasilan kena pajak setahun 46.510.920
Pembulatan ke bawah 46.510.000
PPh Terutang 5% x 46. 510.920 = 2.325.500
PPh pasal 21 bulan Mei = 2.325.500/12 =193.792
Berdasarkan ilustrasi tersebut, Yaya punya wajib pajak PPh pasal 21 sebesar 193.792. Namun, kalau kamu tidak punya NPWP maka akan dikalikan 120% sehingga PPh menjadi 193.792 x 120 = Rp232.550.
2. Cara Menghitung PPh 21 Karyawan dengan Tunjangan Pajak
Cara menghitung PPh Pasal 21 bagi karyawan tetap yang menerima tunjangan pajak (gross up) dari perusahaan dilakukan dengan menjadikan tunjangan pajak sebagai bagian dari penghasilan karyawan.
Tunjangan tersebut kemudian ditambahkan ke total penghasilan yang diterima oleh karyawan tersebut.
Contoh Kasus:
Joko adalah seorang karyawan PT ABC dengan status belum menikah dan tanpa tanggungan. Ia menerima gaji bersih sebesar Rp7.500.000 per bulan, ditambah tunjangan pajak dari perusahaan sebesar Rp35.167.
Selain itu, Joko juga membayar iuran pensiun sebesar Rp75.000 setiap bulan.
Gaji pokok: 7.500.000
Tunjangan pajak: 35.167
Penghasilan bruto: 7.464.833
Pengurangan:
Biaya jabatan 5% = 373.242
Iuran JHT 2% = 150.000
Iuran JP 1% = 75.000
Penghasilan neto sebulan = 866.591
Penghasilan neto setahun = 82.399.092
Penghasilan tidak kena pajak = 54.000.000
Penghasilan kena pajak setahun = 28.399.092
Pembulatan ke bawah = 28.399.000
PPh terutang 5% x 28.399.000 = 1.419.950
PPh pasal 21 = 1.419.950 / 12 = 118.329
Kalau wajib pajak tidak memiliki NPWP maka objek PPh pasal 21 dikalikan 120% sehingga menjadi 118.329 x 120% = Rp141.995.
3. Cara Menghitung PPh 21 Karyawan Tidak Tetap Berkesinambungan
Sebagai tambahan informasi, pegawai tidak tetap berkesinambungan adalah individu yang bukan termasuk kategori pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap lainnya, namun menerima penghasilan dalam bentuk apa pun yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 sebagai kompensasi atas jasa yang telah diberikan.
Contoh:
Arya adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT ABC dengan penghasilan Rp8.000.000.
PPh 21 terutang = 5% x 50% x 8.000.000 = Rp200.000
Kalau Arya tidak punya NPWP maka PPh 21 dikalikan 120% menjadi 120% x 5% x 50% x 8.000.000 = 240.000
Cara Menghitung Potongan PPh 21 Karyawan Perusahaan
Meskipun cara perhitungan tarif PPh 21 untuk tahun 2022 telah diatur oleh Direktur Jenderal Pajak, dalam praktiknya setiap perusahaan memiliki cara tersendiri dalam menghitung jumlah PPh 21 yang harus dibayar oleh karyawan mereka.
Secara umum, ada tiga metode yang sering digunakan untuk menghitung potongan PPh 21 bagi karyawan, di antaranya adalah:
1. Metode Nett
Metode Nett, yang juga dikenal sebagai gaji bersih dengan pajak yang ditanggung oleh perusahaan, sering diterapkan pada karyawan atau penerima penghasilan yang menerima gaji bersih, di mana pajak penghasilan ditanggung oleh perusahaan.
Contoh:
Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp10.000.000. Perhitungan PPh 21 sebagai berikut :
Gaji pokok = 10.000.000/bulan atau 120.000/tahun
Total gaji bruto = 10.000.000
Tarif PPh 21 = 15%
Pajak ditanggung perusahaan = Rp9.900.000/tahun atau Rp825.000/bulan
Nilai PPh 21 = 825.000/bulan
Gaji bersih = Rp10.000.000/bulan
2. Metode Gross
Metode ini juga dikenal sebagai gaji kotor tanpa tunjangan pajak. Metode gross diterapkan pada pegawai atau penerima penghasilan yang bertanggung jawab atas pemotongan PPh 21 yang terutang.
Dengan kata lain, gaji yang diterima pegawai belum dipotong oleh PPh 21 sesuai dengan persentase yang berlaku.
Contoh:
Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp10.000.000. Berikut ini perhitungannya:
Gaji pokok = 10.000.000
Tarif PPh: 15%
PPh 21 = 825.000 / bulan
Gaji bersih = 9.175.000
3. Metode Gross Up
Metode ini juga dikenal sebagai gaji bersih dengan tunjangan pajak. Metode PPh 21 final diterapkan untuk karyawan yang menerima tunjangan pajak yang setara dengan jumlah pajak yang dipotong dari penghasilannya.
Contoh:
Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp10.000.000. Begini perhitungannya:
Gaji pokok = 10.000.000
Tarif PPh = 15%
Tunjangan pajak = Rp825.000/bulan
Total gaji bruto = 10.825.000
Nilai PPh 21 = 825.000
Gaji bersih = 10.000.000/bulan
Contoh Cara Menghitung PPh 21
Jika perusahaan menggunakan metode pembayaran gaji yang berbeda untuk jenis karyawan yang berbeda, maka cara perhitungan pajak penghasilan pun akan bervariasi, termasuk dalam hal PPh Pasal 21.
Salah satu contoh adalah perhitungan PPh 21 untuk karyawan harian lepas. Menurut ketentuan PPh 21, upah harian adalah imbalan yang dibayarkan setiap hari.
Pajak penghasilan atas upah harian dikenakan jika penghasilan melebihi Rp450.000 per hari. Setelah jumlah kumulatif upah harian melebihi Rp4.500.000, PPh Pasal 21 akan dikenakan secara penuh pada karyawan harian lepas.
Tarif yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 bagi karyawan harian lepas berbeda dengan PPh Pasal 23. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, tarif PPh 21 untuk karyawan harian lepas adalah sebesar 5%.
Berikut cara menghitung PPh 21 untuk karyawan harian lepas:
- Jika upah harian tidak lebih dari Rp450.000 dan jumlah kumulatif dalam sebulan belum mencapai Rp4.500.000, maka tidak ada potongan PPh Pasal 21.
- Jika upah harian melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif dalam sebulan lebih dari Rp4.500.000, maka dikenakan PPh 5%.
- Jika jumlah kumulatif upah bulanan melebihi Rp4.500.000 dan kurang dari Rp10.200.000, maka dikenakan PTKP PPh 21 sebesar 5%.
Contoh:
Cakra bekerja sebagai karyawan harian lepas di PT ABC dengan upah sebesar Rp450.000 per hari.
Cara perhitungan PPh 21:
Upah sehari = Rp450.000
Batas upah harian tidak dipotong PPh = Rp450.000
Penghasilan kena pajak dikenakan pada hari ke-11 atau pada upah mencapai Rp4.950.000.
Pendapatan tidak kena pajak = 11 (54.000.000 : 360) = Rp1.650.000
Pendapatan Kena Pajak 11 hari = Rp3.300.000
Cara hitung PPh 21 = 5% x 3.300.000 = 165.000
Dengan demikian, pada hari ke-11, Cakra hanya akan menerima gaji sebesar Rp285.000 setelah dipotong PPh 25 untuk karyawan harian lepas sebesar Rp165.000, mengingat kumulatif upah harian lepasnya telah melebihi Rp4.500.000.
Sebagai penutup, pemahaman yang baik tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 sangat penting untuk memastikan kewajiban pajak yang tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.