Pajak Penghasilan Pasal 21: Cara Menghitung hingga Contoh

Minggu, 09 Februari 2025 | 18:41:34 WIB
Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) adalah hal yang perlu dipahami oleh karyawan tetap yang memiliki kewajiban sebagai wajib pajak.

Potongan ini merupakan kontribusi wajib yang diambil dari gaji atau upah yang diterima, bertujuan untuk mendukung pembangunan negara.

Sesuai ketentuan dalam undang-undang, setiap individu dengan penghasilan tetap memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban pajaknya.

Salah satu jenis pajak penghasilan yang berlaku untuk karyawan adalah PPh 21. Jika kamu ingin mengetahui cara perhitungannya, berikut penjelasannya. Berikut ini ulasan terkait Pajak Penghasilan Pasal 21 yang perlu diketahui.

Apa Itu Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)?

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri. 

Penghasilan ini dapat berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, atau bentuk pembayaran lain yang terkait dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh individu tersebut.

Berdasarkan Bab V Pasal 9 dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor PER-16/PJ/2016, dasar pengenaan dan pemotongan PPh 21 meliputi:

  • Penghasilan kena pajak yang diterima oleh pegawai tetap, penerima pensiun berkala, serta pegawai tidak tetap dengan penghasilan bulanan lebih dari Rp4.500.000.
  • Penghasilan harian yang melebihi Rp450.000.
  • Sebanyak 50% dari penghasilan bruto untuk bukan pegawai sebagaimana diatur dalam Pasal 3 (c) PER-16/PJ/2016, yang menerima imbalan tidak bersifat berkesinambungan.
  • Total penghasilan bruto yang berlaku untuk penerima penghasilan selain yang telah disebutkan sebelumnya.

Dalam Pasal 17 ayat 1, tarif PPh 21 dihitung secara progresif dengan kategori berikut:

  • Penghasilan tahunan hingga Rp50 juta dikenai tarif 5%.
  • Penghasilan tahunan Rp50 juta hingga Rp250 juta dikenai tarif 15%.
  • Penghasilan tahunan Rp250 juta hingga Rp500 juta dikenai tarif 25%.
  • Penghasilan tahunan di atas Rp500 juta dikenai tarif 30%.
  • Wajib Pajak tanpa NPWP dikenai tarif 20% lebih tinggi dibandingkan dengan Wajib Pajak yang memiliki NPWP.

Ketentuan mengenai PPh 21 didasarkan pada sejumlah regulasi, di antaranya:

  • Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 hingga Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak.
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan terkait pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.
  • Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang Tarif PPh 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2010.
  • Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016.
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.010/2016.
  • Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.010/2016.

Elemen Potongan pada PPh 21

Sebagaimana pungutan pajak lainnya, dalam pembahasan mengenai PPh Pasal 21 juga terdapat sejumlah elemen penting yang harus diperhatikan. 

Setiap elemen ini memiliki besaran potongan yang berbeda, sehingga perlu dikelompokkan berdasarkan kategori masing-masing. Berikut adalah elemen-elemen utama dalam perhitungan PPh Pasal 21 yang wajib dipahami.

1. Biaya Jabatan

Biaya jabatan adalah pengeluaran yang berkaitan dengan pekerjaan selama satu tahun pajak. Besarannya ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto tahunan, dengan batas maksimum Rp500 ribu per bulan atau Rp6 juta dalam setahun.

2. Biaya Pensiun

Untuk biaya pensiun, PPh Pasal 21 menetapkan besarannya sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan nilai maksimal Rp200 ribu per bulan atau Rp2,4 juta dalam satu tahun.

3. BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan

BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah lembaga hukum publik yang bertanggung jawab kepada presiden dalam menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional bagi seluruh warga negara Indonesia.

Sejak beroperasi pada tahun 2014, BPJS telah memberikan perlindungan kepada pekerja melalui empat program jaminan sosial ketenagakerjaan, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun (JP).

Dalam konteks PPh Pasal 21, elemen BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan ini membebankan iuran bulanan kepada karyawan dengan rincian berikut:

  • 2% untuk JHT
  • 1% untuk JP
  • 0,24% untuk JKK
  • 0,3% untuk JK

4. Penghasilan Kena Pajak dan Tidak Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah total penghasilan pekerja yang dikenakan PPh Pasal 21 setelah dikurangi dengan tunjangan karyawan, iuran BPJS, dan komponen lainnya.

Sementara itu, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan elemen penting yang berfungsi sebagai pengurang dari penghasilan bruto. 

PTKP tidak dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Pajak No. PER-16/PJ/2016 dan PMK No. 101/PMK.010/2016.

Cara Menghitung PPh 21

Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung persentase PPh Pasal 21.

1. Cara Menghitung PPh 21 untuk Karyawan Tetap

Karyawan tetap didefinisikan sebagai individu yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara rutin, atau pegawai dengan status kontrak dalam periode waktu tertentu sesuai kesepakatan. Berikut contoh perhitungan PPh Pasal 21 untuk karyawan tetap:

Yaya adalah seorang karyawati di perusahaan ABC yang memiliki tiga anak. Suaminya bekerja sebagai pegawai di perusahaan DCE. Yaya memperoleh gaji sebesar Rp7 juta setiap bulan dan ikut serta dalam program pensiun serta BPJS kesehatan.

Perusahaan membayar iuran pensiun BPJS ketenagakerjaan sebesar 1% dari gaji, yaitu Rp70 ribu per bulan. Selain itu, perusahaan juga membayarkan iuran JHT sebesar 3,7% dari gaji, sedangkan Yaya sendiri membayar iuran JHT sebesar 2% per bulan.

Premi JKK dan JK yang dibayarkan oleh perusahaan masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji. Selain gaji pokok, Yaya juga menerima uang lembur senilai Rp2 juta.

Berdasarkan contoh ini, perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan menteri keuangan terkait pajak PPh 21.

Gaji pokok: Rp7.000.000

Tunjangan lain: Rp2.000.000

JKK 0,24%: 16.800

JK 0,38%: 21.000

Penghasilan bruto: 9.037.800

Pengurangan:

Biaya jabatan 5% x 9.037.00 = 451.890

Iuran JHT 2% gaji pokok = 140.000

Jaminan pensiun 1% gaji pokok = 70.000

Penghasilan neto (bersih) sebulan : 8.375.910

Penghasilan neto setahun 12 x 8.375.910 = 100.510.920

PTKP 54.000.000

Penghasilan kena pajak setahun 46.510.920

Pembulatan ke bawah 46.510.000

PPh Terutang 5% x 46. 510.920 = 2.325.500

PPh pasal 21 bulan Mei = 2.325.500/12 =193.792

Berdasarkan ilustrasi tersebut, Yaya punya wajib pajak PPh pasal 21 sebesar 193.792. Namun, kalau kamu tidak punya NPWP maka akan dikalikan 120% sehingga PPh menjadi 193.792 x 120 = Rp232.550.

2. Cara Menghitung PPh 21 Karyawan dengan Tunjangan Pajak

Cara menghitung PPh Pasal 21 bagi karyawan tetap yang menerima tunjangan pajak (gross up) dari perusahaan dilakukan dengan menjadikan tunjangan pajak sebagai bagian dari penghasilan karyawan. 

Tunjangan tersebut kemudian ditambahkan ke total penghasilan yang diterima oleh karyawan tersebut.

Contoh Kasus:

Joko adalah seorang karyawan PT ABC dengan status belum menikah dan tanpa tanggungan. Ia menerima gaji bersih sebesar Rp7.500.000 per bulan, ditambah tunjangan pajak dari perusahaan sebesar Rp35.167. 

Selain itu, Joko juga membayar iuran pensiun sebesar Rp75.000 setiap bulan.

Gaji pokok: 7.500.000

Tunjangan pajak: 35.167

Penghasilan bruto: 7.464.833

Pengurangan:

Biaya jabatan 5% = 373.242

Iuran JHT 2% = 150.000

Iuran JP 1% = 75.000

Penghasilan neto sebulan = 866.591

Penghasilan neto setahun = 82.399.092

Penghasilan tidak kena pajak = 54.000.000

Penghasilan kena pajak setahun = 28.399.092

Pembulatan ke bawah = 28.399.000

PPh terutang 5% x 28.399.000 = 1.419.950

PPh pasal 21 = 1.419.950 / 12 = 118.329

Kalau wajib pajak tidak memiliki NPWP maka objek PPh pasal 21 dikalikan 120% sehingga menjadi 118.329 x 120% = Rp141.995.

3. Cara Menghitung PPh 21 Karyawan Tidak Tetap Berkesinambungan

Sebagai tambahan informasi, pegawai tidak tetap berkesinambungan adalah individu yang bukan termasuk kategori pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap lainnya, namun menerima penghasilan dalam bentuk apa pun yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 sebagai kompensasi atas jasa yang telah diberikan.

Contoh:

Arya adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT ABC dengan penghasilan Rp8.000.000.

PPh 21 terutang = 5% x 50% x 8.000.000 = Rp200.000

Kalau Arya tidak punya NPWP maka PPh 21 dikalikan 120% menjadi 120% x 5% x 50% x 8.000.000 = 240.000

Cara Menghitung Potongan PPh 21 Karyawan Perusahaan

Meskipun cara perhitungan tarif PPh 21 untuk tahun 2022 telah diatur oleh Direktur Jenderal Pajak, dalam praktiknya setiap perusahaan memiliki cara tersendiri dalam menghitung jumlah PPh 21 yang harus dibayar oleh karyawan mereka.

Secara umum, ada tiga metode yang sering digunakan untuk menghitung potongan PPh 21 bagi karyawan, di antaranya adalah:

1. Metode Nett

Metode Nett, yang juga dikenal sebagai gaji bersih dengan pajak yang ditanggung oleh perusahaan, sering diterapkan pada karyawan atau penerima penghasilan yang menerima gaji bersih, di mana pajak penghasilan ditanggung oleh perusahaan.

Contoh:

Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp10.000.000. Perhitungan PPh 21 sebagai berikut :

Gaji pokok = 10.000.000/bulan atau 120.000/tahun

Total gaji bruto = 10.000.000

Tarif PPh 21 = 15%

Pajak ditanggung perusahaan = Rp9.900.000/tahun atau Rp825.000/bulan

Nilai PPh 21 = 825.000/bulan

Gaji bersih = Rp10.000.000/bulan

2. Metode Gross

Metode ini juga dikenal sebagai gaji kotor tanpa tunjangan pajak. Metode gross diterapkan pada pegawai atau penerima penghasilan yang bertanggung jawab atas pemotongan PPh 21 yang terutang. 

Dengan kata lain, gaji yang diterima pegawai belum dipotong oleh PPh 21 sesuai dengan persentase yang berlaku.

Contoh:

Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp10.000.000. Berikut ini perhitungannya:

Gaji pokok = 10.000.000

Tarif PPh: 15%

PPh 21 = 825.000 / bulan

Gaji bersih = 9.175.000

3. Metode Gross Up

Metode ini juga dikenal sebagai gaji bersih dengan tunjangan pajak. Metode PPh 21 final diterapkan untuk karyawan yang menerima tunjangan pajak yang setara dengan jumlah pajak yang dipotong dari penghasilannya.

Contoh:

Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp10.000.000. Begini perhitungannya:

Gaji pokok = 10.000.000

Tarif PPh = 15%

Tunjangan pajak = Rp825.000/bulan

Total gaji bruto = 10.825.000

Nilai PPh 21 = 825.000

Gaji bersih = 10.000.000/bulan

Contoh Cara Menghitung PPh 21

Jika perusahaan menggunakan metode pembayaran gaji yang berbeda untuk jenis karyawan yang berbeda, maka cara perhitungan pajak penghasilan pun akan bervariasi, termasuk dalam hal PPh Pasal 21. 

Salah satu contoh adalah perhitungan PPh 21 untuk karyawan harian lepas. Menurut ketentuan PPh 21, upah harian adalah imbalan yang dibayarkan setiap hari. 

Pajak penghasilan atas upah harian dikenakan jika penghasilan melebihi Rp450.000 per hari. Setelah jumlah kumulatif upah harian melebihi Rp4.500.000, PPh Pasal 21 akan dikenakan secara penuh pada karyawan harian lepas.

Tarif yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 bagi karyawan harian lepas berbeda dengan PPh Pasal 23. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, tarif PPh 21 untuk karyawan harian lepas adalah sebesar 5%.

Berikut cara menghitung PPh 21 untuk karyawan harian lepas:

  • Jika upah harian tidak lebih dari Rp450.000 dan jumlah kumulatif dalam sebulan belum mencapai Rp4.500.000, maka tidak ada potongan PPh Pasal 21.
  • Jika upah harian melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif dalam sebulan lebih dari Rp4.500.000, maka dikenakan PPh 5%.
  • Jika jumlah kumulatif upah bulanan melebihi Rp4.500.000 dan kurang dari Rp10.200.000, maka dikenakan PTKP PPh 21 sebesar 5%.

Contoh:

Cakra bekerja sebagai karyawan harian lepas di PT ABC dengan upah sebesar Rp450.000 per hari.

Cara perhitungan PPh 21:

Upah sehari = Rp450.000

Batas upah harian tidak dipotong PPh = Rp450.000

Penghasilan kena pajak dikenakan pada hari ke-11 atau pada upah mencapai Rp4.950.000.

Pendapatan tidak kena pajak = 11 (54.000.000 : 360) = Rp1.650.000

Pendapatan Kena Pajak 11 hari = Rp3.300.000

Cara hitung PPh 21 = 5% x 3.300.000 = 165.000

Dengan demikian, pada hari ke-11, Cakra hanya akan menerima gaji sebesar Rp285.000 setelah dipotong PPh 25 untuk karyawan harian lepas sebesar Rp165.000, mengingat kumulatif upah harian lepasnya telah melebihi Rp4.500.000.

Sebagai penutup, pemahaman yang baik tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 sangat penting untuk memastikan kewajiban pajak yang tepat dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Terkini

Pinjaman Bank Mandiri: Keuntungan, Syarat dan Biayanya

Rabu, 17 September 2025 | 23:29:35 WIB

Cara Menabung di BCA: Panduan Lengkap untuk Pemula

Rabu, 17 September 2025 | 23:29:35 WIB

10 Asuransi Terbaik Di Dunia 2025

Rabu, 17 September 2025 | 23:29:34 WIB