Kenaikan harga gas bumi tertentu (HGBT) menjadi topik hangat di sektor industri Tanah Air. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan bahwa tarif HGBT dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak dunia. Walaupun demikian, kenaikan ini diharapkan tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap operasional industri di Indonesia.
Kemenperin yang bertugas mengawasi dan mengembangkan sektor industri nasional memberikan pandangannya mengenai isu ini. Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, mengungkapkan bahwa yang terpenting bagi industri saat ini adalah stabilitas pasokan dan kestabilan harga. "Kalau kajiannya (dampak kenaikan nominal HGBT) di Kemenperin belum ada. Tapi, bagi industri yang penting itu stabilitas pasokan dan harga," ujar Febri, Jumat, 31 Jauari 2025.
Febri menekankan bahwa kenaikan harga yang tidak terlalu besar masih bisa diterima oleh pelaku industri. "Kalau harga naik sedikit sebenarnya, sih, tidak terlalu signifikan," ucapnya. Pernyataan ini memberikan sinyal positif bagi industri yang khawatir akan membengkaknya biaya produksi akibat kenaikan harga gas bumi.
Analisis Dampak Harga Gas terhadap Industri
Sebagai referensi, Febri memberikan contoh bahwa tarif HGBT untuk tujuh subsektor industri awalnya ditetapkan pada harga 6 dolar AS per MMBTU. Pada beberapa kesempatan, harga tersebut bisa meningkat hingga 8 atau bahkan 12 dolar AS per MMBTU. "Kondisi ini sangat mengganggu. Tapi, kalau naik 0,5 dolar AS per MMBTU dengan pasokan tetap lancar, itu masih bisa diterima industri," jelas Febri.
Adapun tujuh sektor industri yang menjadi prioritas dalam kebijakan harga gas bumi murah meliputi industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet. Masing-masing sektor dianggap memiliki peran strategis dalam membantu menggerakkan roda ekonomi nasional.
Kebijakan Akhir Pemerintah
Kendati demikian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menuturkan bahwa kebijakan HGBT memang berpotensi untuk tidak lagi dipatok pada angka 6 dolar AS per MMBTU. "HGBT sudah tidak lagi enam dolar AS, karena sekarang harga gas dunia lagi naik. Terus yang kedua, untuk HGBT bahan bakunya dari gas itu harganya lebih rendah dari gas yang dipakai untuk energi," paparnya.
Menurut Bahlil, gas yang dipergunakan sebagai energi diprediksi memiliki harga mendekati 7 dolar AS per MMBTU, sementara gas yang dipergunakan sebagai bahan baku ditaksir lebih rendah, sekitar 6,5 dolar AS per MMBTU. Meskipun ada perbedaan harga, kebijakan ini ditujukan untuk menjaga daya saing industri lokal di tengah tantangan global.
Bahlil juga menegaskan bahwa keputusan mengenai industri-industri yang akan tetap menerima harga gas murah sudah final dan tidak akan mengalami perubahan signifikan dalam waktu dekat. Keputusan strategis ini diambil untuk memastikan bahwa industri-industri prioritas tetap dapat beroperasi secara optimal dan memberikan kontribusi yang maksimal terhadap perekonomian nasional.
Sektor Industri tetap Optimis
Perwakilan industri, terutama dari industri petrokimia dan plastik, menyambut baik kebijakan perpanjangan HGBT. Mereka percaya bahwa kebijakan ini akan memberikan banyak keuntungan, terutama dalam mengurangi biaya produksi dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
"Kami sangat menghargai langkah pemerintah dalam mempertahankan kebijakan HGBT ini. Ini merupakan langkah proaktif yang kami yakini dapat membawa dampak positif terhadap pertumbuhan sektor kami," ujar seorang perwakilan Inaplas.
Kementerian Perindustrian juga melihat bahwa setiap usulan mengenai penerima HGBT perlu dipertimbangkan secara hati-hati. Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita sebelumnya menyatakan bahwa komponen penikmat gas murah adalah bagian penting dari strategi pemerintah. "Bagi Kemenperin, pemanfaatan HGBT oleh industri-industri strategis adalah kunci dalam menjaga keberlanjutan industri," ujar Menperin Agus.
Mendorong Daya Saing Industri Nasional
Dengan berbagai kebijakan dan langkah strategis yang diambil, pemerintah yakin bahwa sektor industri Indonesia akan mampu bertahan dan bahkan berkembang lebih baik di tengah tantangan global seperti ketidakstabilan harga energi. Keberlanjutan pasokan dan kestabilan harga gas bumi diharapkan mampu mendorong daya saing industri nasional sehingga bisa bersaing di pentas global.
Ke depan, pemerintah akan terus memantau dan melakukan evaluasi terhadap implementasi kebijakan harga gas bumi murah ini. Pelaku industri diharapkan mampu beradaptasi dengan dinamika harga global dan tetap optimis menghadapi tantangan pasar yang kian kompetitif.
Dengan kondisi yang terus berkembang, sinergi antara pemerintah dan pelaku industri akan terus ditingkatkan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang ada benar-benar dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.