SPBU Swasta Krisis BBM, Kebijakan Etanol Pertamina Jadi Sorotan

Rabu, 15 Oktober 2025 | 15:10:26 WIB
SPBU Swasta Krisis BBM, Kebijakan Etanol Pertamina Jadi Sorotan

JAKARTA - Kisruh pasokan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta seperti Shell, Vivo, dan BP kembali mencuat setelah rencana pembelian base fuel dari Pertamina mendadak dibatalkan. 

Penyebab utamanya adalah perbedaan pandangan soal kandungan bioetanol dalam campuran bahan bakar, yang kini menjadi kebijakan baru pemerintah melalui Pertamina.

Kondisi ini menimbulkan efek berantai terhadap ketersediaan stok di lapangan. Beberapa SPBU swasta mulai melaporkan penurunan pasokan hingga potensi pengurangan tenaga kerja. 

Situasi tersebut memperlihatkan betapa sensitifnya industri BBM terhadap perubahan kebijakan bahan bakar, terutama ketika transisi energi terbarukan belum sepenuhnya siap diterapkan secara menyeluruh.

Perubahan Kebijakan yang Picu Ketegangan

Pemerintah bersama PT Pertamina Patra Niaga sebelumnya mendorong peningkatan kadar bioetanol dalam bahan bakar dari E5 menjadi E10, sejalan dengan program energi hijau nasional. 

Namun, kebijakan ini ternyata menimbulkan perbedaan respons antara pelaku industri. Vivo dan BP yang selama ini mendapatkan suplai base fuel dari Pertamina tiba-tiba membatalkan rencana pembelian. 

Kedua perusahaan tersebut menilai perubahan spesifikasi bahan bakar dengan campuran bioetanol berpotensi memengaruhi sistem logistik dan teknis operasional SPBU mereka.

Padahal, bioetanol merupakan campuran bahan bakar berbasis tanaman berpati seperti tebu dan singkong, yang telah digunakan di berbagai negara sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.

 Namun, di Indonesia, implementasinya masih menghadapi tantangan besar, terutama dari sisi kesiapan infrastruktur distribusi dan standardisasi bahan bakar.

Imbas ke Operasional SPBU Swasta

Penundaan pembelian bahan bakar ini berdampak langsung pada ketersediaan stok di sejumlah SPBU swasta. Di beberapa wilayah, operator mulai mengurangi jam operasional karena pasokan bahan bakar menipis.

Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa sebagian karyawan dapat dirumahkan sementara jika suplai belum juga pulih.

Krisis kecil di tingkat pasokan ini memperlihatkan adanya ketidaksiapan koordinasi antara pihak Pertamina sebagai pemasok utama dan SPBU swasta sebagai mitra distribusi.

 Selain menimbulkan kerugian bagi operator, hal ini juga berpotensi menurunkan kepercayaan konsumen terhadap layanan alternatif di luar SPBU milik pemerintah.

Bagi masyarakat, ketersediaan SPBU swasta selama ini menjadi pilihan penting untuk mendapatkan bahan bakar dengan harga dan pelayanan yang kompetitif. 

Jika krisis stok terus berlanjut, pasar BBM domestik berisiko kembali didominasi oleh satu penyedia utama, yang pada akhirnya bisa mengurangi dinamika kompetisi sektor energi.

Pertamina Tegaskan Komitmen Transisi Energi

Di sisi lain, Pertamina Patra Niaga menegaskan bahwa kebijakan penggunaan bioetanol merupakan bagian dari strategi besar menuju kemandirian energi nasional.

 Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menyampaikan bahwa penggunaan etanol sudah menjadi praktik umum di berbagai negara maju.

Langkah ini juga sejalan dengan visi pemerintah melalui Asta Cita Presiden Prabowo untuk memperkuat ketahanan energi nasional berbasis sumber daya dalam negeri. Pertamina memastikan pihaknya siap melakukan edukasi publik terkait peralihan ke bahan bakar berbasis bioetanol.

Mars Ega menambahkan bahwa pabrikan otomotif juga telah menyesuaikan teknologi kendaraannya agar mampu menggunakan bahan bakar dengan campuran etanol. 

Dengan demikian, Pertamina berharap transisi ini dapat berjalan lancar melalui kolaborasi antara pemerintah, produsen otomotif, akademisi, dan pelaku industri energi.

Ketegangan Antara Kepastian Bisnis dan Agenda Hijau

Namun, di balik dorongan transisi energi hijau, pelaku usaha menilai perubahan spesifikasi bahan bakar seharusnya dilakukan dengan tahapan yang jelas dan waktu penyesuaian yang cukup. 

Langkah yang terlalu cepat tanpa koordinasi matang berisiko mengganggu rantai pasok energi nasional, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah di sektor ritel BBM.

Selain persoalan teknis, kebijakan mendadak seperti ini juga memunculkan ketidakpastian investasi di sektor hilir energi.

Operator SPBU swasta menilai perubahan mendadak dari pemerintah dapat mengganggu perencanaan bisnis mereka, apalagi jika berkaitan dengan pengadaan peralatan dan penyesuaian sistem penyimpanan bahan bakar yang memerlukan biaya besar.

Kondisi ini menegaskan perlunya keseimbangan antara agenda lingkungan dan kepastian usaha. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan energi hijau tetap memperhatikan kesiapan teknis, stabilitas pasar, dan keberlanjutan usaha di sektor hilir.

Tantangan Menuju Energi Ramah Lingkungan

Meskipun menimbulkan polemik, kebijakan pengembangan bioetanol tetap menjadi bagian penting dalam upaya dekarbonisasi sektor energi. Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi etanol dari bahan baku lokal seperti tebu, singkong, dan sorgum.

 Dengan pengelolaan yang baik, program ini dapat mendukung pengurangan impor BBM sekaligus menciptakan nilai tambah bagi sektor pertanian.

Namun, keberhasilan program ini bergantung pada kemampuan pemerintah mengelola transisi secara inklusif. Dibutuhkan komunikasi intensif antara regulator, produsen, distributor, dan konsumen agar setiap pihak memahami arah kebijakan dan mampu menyesuaikan diri secara bertahap.

Jika koordinasi tidak diperkuat, polemik seperti yang terjadi antara Pertamina dan SPBU swasta dapat berulang dan menghambat laju transisi menuju energi bersih. 

Pemerintah diharapkan mampu menghadirkan kebijakan yang konsisten dan terukur agar perubahan menuju bahan bakar ramah lingkungan tidak menimbulkan gejolak baru di pasar energi.

Dengan memastikan sinergi antara keberlanjutan dan stabilitas bisnis, program bioetanol nasional berpotensi menjadi tonggak penting menuju kemandirian energi, tanpa harus mengorbankan kepastian usaha dan kesejahteraan para pekerja di sektor hilir BBM.

Terkini