JAKARTA-Dalam proses cara jual beli tanah kavling, pemahaman dasar hukum dan peraturan-peraturan yang mengatur lahan pertanahan sangatlah penting. Hal ini bertujuan untuk melindungi pembeli dan penjual dari potensi penipuan dalam proses jual beli tanah.
Proses jual beli tanah kavling pada dasarnya lebih rumit dibandingkan dengan jual beli properti lainnya. Dalam bisnis tanah, yang dipindahkan adalah hak milik dan sertifikat tanah dari penjual kepada pembeli. Selain itu, baik penjual maupun pembeli harus memenuhi persyaratan sesuai hukum yang berlaku.
Sementara itu, peraturan hukumnya, aturan pertama dalam tata cara jual beli tanah kavling adalah bahwa transaksi ini tidak boleh dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Semua prosedur penjualan harus sesuai dengan hukum dan disaksikan oleh pejabat negara yang disebut sebagai PPAT atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Hal ini didasarkan pada Peraturan resmi Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 yang mengatur tentang lahan dan bisnis properti. Dalam peraturan ini, PPAT adalah lembaga atau pejabat yang memiliki wewenang untuk membuat akta tanah dan properti lain, termasuk hak atas rumah susun.
Meskipun peraturan ini mengharuskan peran PPAT, tidak semua daerah memiliki lembaga PPAT yang memadai untuk mengurus keperluan lahan dan properti. Namun, dalam kasus ini, camat dapat mengambil alih peran PPAT secara sementara. Ini juga diatur dalam Pasal 1 ayat 2 dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998:
"PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang terpilih berdasarkan jabatannya untuk mengambil alih tugas PPAT dalam proses pembuatan akta di daerah yang belum memiliki lembaga PPAT."
Selain itu, ada peraturan lain dalam tata cara jual beli tanah kavling yang mengharuskan pembawaan sertifikat dan dokumen asli yang sah dalam mata hukum. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa sertifikat dan dokumen tanah yang dijual atau dibeli adalah asli dan tidak sedang dalam proses penyitaan, sengketa, atau permasalahan hukum lainnya.
Dalam proses ini, seorang notaris memiliki peran penting. Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang No.2 tahun 2014, notaris memiliki kewenangan sebagai berikut:
Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan tanggal surat di bawah tangan serta mendaftarkannya dalam buku khusus.
Membuat salinan dari surat asli di bawah tangan yang memuat uraian dalam surat yang bersangkutan.
Melakukan pengesahan serta kecocokan fotokopi terhadap surat aslinya.
Memberikan penyuluhan dan nasehat hukum yang berhubungan dengan pembuatan akta.
Membuat akta tentang lahan dan pertanahan.
Membuat akta yang berupa risalah lelang properti dan lahan.
Proses Cara Jual Beli Tanah Kavling
Proses cara jual beli tanah kavling melibatkan sejumlah langkah yang harus diikuti untuk memastikan keamanan dan menghindari sengketa lahan di masa mendatang. Langkah-langkah ini juga sejalan dengan peraturan hukum yang berlaku:
1. Memastikan dan Mengecek Status Tanah
Status tanah yang ideal dalam proses jual beli adalah yang memenuhi tiga prinsip utama, yaitu "free," "clean," dan "clear."
"Free" berarti bahwa lahan tanah yang dijual harus bebas dari segala bentuk sengketa. Nama pemilik lahan juga harus tercantum dengan jelas dalam sertifikat tanah yang sah dan asli.
"Clean" berarti bahwa tanah tersebut saat ini tidak sedang digunakan untuk tujuan apa pun. Selain itu, tanah tidak sedang ditempati oleh pihak yang tidak memiliki hak yang sah.
"Clear" mengacu pada batas-batas tanah yang harus sesuai dengan rincian luas yang tercantum dalam sertifikat.
Langkah memastikan status tanah ini juga bertujuan untuk membangun hubungan baik dan negosiasi awal antara penjual dan calon pembeli tanah.
2. Memastikan Keaslian Sertifikat Tanah
Langkah selanjutnya adalah memastikan keaslian sertifikat tanah dan memastikan bahwa tanah tersebut bebas dari masalah. Ini berarti tanah tersebut tidak sedang dalam sengketa dan batas-batas serta luas tanah sesuai dengan sertifikat yang sah.
Dalam hal ini, pembeli dapat menginisiasi pemeriksaan keabsahan sertifikat tanah dengan bersama penjual. Hal ini dapat dilakukan dengan membawa dokumen sertifikat tersebut ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
BPN akan memeriksa keabsahan dokumen berdasarkan daftar tanah, peta pendaftaran, buku tanah, dan surat ukur. Proses ini sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Nomor 24 Tahun 1997 yang mengatur tentang pendaftaran dan sertifikasi lahan properti.
3. Membuat Akta Jual Beli (AJB) Tanah
Langkah selanjutnya dalam tata cara jual beli tanah kavling adalah pembuatan akta jual beli tanah. Setelah sertifikat telah terbukti sah dan bebas dari masalah, maka langkah selanjutnya adalah proses pembuatan AJB.
Akta ini berfungsi sebagai bukti pengalihan hak atas lahan dari penjual kepada pembeli. Berkas yang perlu disiapkan sebagai penjual dalam proses membuat AJB meliputi sertifikat asli tanah, KTP atau kartu identitas penjual suami maupun istri (sertakan akta dokumen kematian apabila suami atau istri selaku penjual telah meninggal), bukti PBB terbayar selama 10 tahun terakhir, surat persetujuan penjualan, dan Kartu Keluarga.
Sebagai pembeli, berkas yang perlu disertakan hanyalah Kartu Identitas KTP dan Kartu Keluarga.
4. Membawa Berkas AJB ke BPN
Setelah AJB berhasil dibuat, dokumen ini harus dicetak dalam bentuk surat atau sertifikat. Selanjutnya, langkah terakhir dalam tata cara jual beli tanah kavling adalah mengajukan AJB ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) di wilayah yang bersangkutan.
Berkas ini harus diserahkan kepada BPN paling lambat tujuh hari setelah proses penandatanganan dokumen. Dalam berkas ini, nama penjual yang tercantum dalam dokumen tanah dan sertifikat akan memiliki tanda tangan dari kepala kantor BPN setempat. Berkas yang perlu dilampirkan dalam proses permohonan balik nama meliputi sertifikat hak atas tanah, bukti pelunasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan bukti pelunasan seluruh pajak Penghasilan (PPh).
Semua langkah ini dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan mereka membantu memastikan bahwa jual beli tanah kavling berjalan dengan lancar dan sesuai dengan aturan yang mengatur proses ini. Dengan memahami dasar hukum dan mengikuti tata cara yang benar, pembeli dan penjual dapat melindungi diri mereka sendiri dan menghindari potensi masalah hukum di masa mendatang.